Tuesday, October 28, 2014

Feeling so powerless. Feeling so weak. Semakin lama, semakin pasrah. Mungkin juga ini saatnya menyerah.

Saturday, October 25, 2014

My Deep Thoughts About What Had Happened Lately

Awalnya saya mau lari saja. Sudah cukup banyak hal yang seharusnya tidak saya ketahui. Saya bahkan tidak tahu saya sebaiknya berhak tahu hal ini atau tidak. Allah hanya memperlihatkan begitu saja. Tanpa ada angin, tanpa ada apa-apa, Allah dengan mudah memperlihatkan segala sesuatu hal tentang ini. Baik dan buruknya. Positif dan negatifnya. Maka, saya berkesimpulan, mungkin ini saatnya saya mengambil keputusan. Berdasarkan baik dan buruknya itu. Harapan itu layak untuk diperjuangkan atau tidak.

Beberapa hari ini, saya sempat berfikir untuk tidak melanjutkan harapan ini. Hanya mau lari saja. Saya pun mempertanyakan, apakah ini masih bisa disebut harapan kalau terlalu sering membuat luka? Dan apakah memang harapan itu bisa disebut harapan kalau prosesnya hanya membuat tawa saja? 

Mana Lebih Dulu: Berdoa Atau Bersyukur?

Seorang anak di sebuah sekolah dasar memanjatkan doa di sepertiga malam terakhirnya.

"Tuhan, Engkau kan tahu kalau ujian Bahasa Inggrisku hari ini dapat jelek. Tapi aku tetap bersyukur Tuhan, karena waktu ujian aku tidak sekalipun mencontek, meskipun teman-temanku yang lain melakukannya."

"Tuhan, tadi pagi waktu berangkat ke sekolah aku diberi ibu bekal sepotong kue dan sebotol air. Kata ibu, sekarang sedang paceklik, jadi hanya itu yang bisa kubawa agar di sekolah tidak perlu jajan di kantin. Terima kasih kuenya, Tuhan. Di jalan aku melihat pengemis yang kelaparan. Lalu aku berikan kue itu kepadanya. Tahu-tahu saja laparku hilang ketika melihat pengemis itu tersenyum."

"Tuhan, lihatlah, ini sepatu terakhirku. Mungkin aku harus berjalan tanpa sepatu minggu depan. Engkau kan tahu sepatu ini sudah rusak berat. Tapi tidak apa-apa, paling tidak aku masih bisa pergi ke sekolah. Tetanggaku bilang orang-orang sedang gagal panen, sehingga teman-temanku banyak yang terpaksa berhenti sekolah. Tolong bantu mereka Tuhan supaya bisa sekolah lagi."

"O..ia Tuhan, semalam ibu memukulku. Mungkin karena aku nakal. Memang agak sakit. Tapi pasti sakitnya segera hilang, karena kuyakin Engkau akan menyembuhkannya. Yang penting aku masih punya seorang ibu. Jadi, kumohon Tuhan, jangan Engkau marahi ibuku yah? Mungkin ibu sedang lelah saja dan panik memikirkan kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolahku."

"Terakhir Tuhan, sepertinya aku sedang jatuh cinta. Di kelasku ada seorang pria yang sangat pintar, tampan, dan baik. Menurut Engkau, apakah dia akan menyukaiku? Tapi apa pun yang terjadi, yang aku tahu Engkau tetap menyukaiku. Terima kasih, Tuhan."

Doa diatas saya kutip dari sebuah buku. Saya tidak perlu mempertanyakan apakah doa tadi nyata atau tidak. Apakah memang ada seorang anak yang betul-betul memanjatkan doa seperti itu. Pertama saya membaca, dan hingga sekarang saya mengetik ulang lagi, saya masih terharu. Juga malu. Apakah anda tidak merasa seperti itu? Terbayang kalau kita manusia saja bisa tersentuh ketika membaca doa tadi, bagaimana dengan Tuhan yang mendengarnya langsung dari hambaNya?

Sunday, October 19, 2014

Uzlah: Sunyi Dalam Keramaian, Ramai Dalam Kesunyian.

Sudah lama tidak menulis lagi. Kalau dihitung-hitung, mungkin sudah berbulan-bulan saya tidak menulis sesuatu yang begitu berarti. Beberapa tulisan pendek yang lahir sangat pendek. Mungkin saja karena selama berbulan-bulan ini, saya disibukkan dengan aktivitas keseharian yang sama. Harus saya akui, kalau dulu saya bisa menjalaninya dengan biasa dan bersemangat bahkan bisa sambil menyempatkan menulis dan membaca setiap hari, tapi belakangan ini hari-hari ini agak terasa berat. Mengambil hampir semua daya fisik dan fikiran. Belum lagi ada hal-hal diluar pekerjaan yang ikut memenuhi isi kepala. Sehingga, saya kehilangan "diri". Saya sudah menenggelamkan siapa diri saya ditengah-tengah padatnya persoalan yang belakangan ini sudah terjadi.

Pernah tidak kalian merasa kalian hanya ingin sendiri? Kebanyakan diam? Atau jalan-jalan kemana sendirian? Tapi, ditengah-tengah kesendirian dan kesunyian itu, kalian justru lebih banyak berbincang sendiri dalam hati? Entah, apa yang kalian bicarakan di dalam sana. Kalian hanya berkutat dengan isi hati kalian. Pernahkah?

Saya pernah baca sebuah buku, disebutkan bahwa ada istilah Uzlah. Apakah itu uzlah? Dituliskan dalam buku itu, bahwa tokoh-tokoh sufi banyak yang sepakat untuk mengartikan kata uzlah dengan sunyi bersama Allah dalam keramaian dunia dan ramai bersama Allah dalam kesunyian dunia. Fisik anda bisa jadi ada ditengah keramaian manusia, tapi hati anda sedang berbicara didalam. Anda bisa jadi sedang ruangan kantor yang sedang ramai, penuh dengan suara musik atau suara printer, ketikan keyboard silih berganti, suara dering telepon, tapi sebenarnya hatimu juga lebih ramai berbicara didalam. Dan notabene seorang manusia jika sedang memiliki percakapan sendiri dalam hati, itu artinya dia sedang bercakap dengan Tuhannya. Fisik bersama manusia, tapi jiwa bersama Allah. 

Tapi, Uzlah ini bukan berarti kita harus mengisolasi diri dari pergaulan sosial. Menutup diri dari lingkungan sosial dalam keseharian kita. Uzlah memang sebuah amal istimewa. Tetapi, uzlah juga tidak mengharuskan kita untuk menghindar dari kenyataan dunia, tinggal didalam goa, menutup diri dan menyendiri serta menjauh dari komunitas. Tidak seperti itu. Karena Allah tahu kita butuh komunikasi dengan manusia lain. Allah tahu kita butuh bersosialisasi dengan orang sekitar. Allah tahu kita butuh berbaur dengan lingkungan sekitar. Oleh sebab itu, Allah tidak pernah melarang kita untuk terlibat dalam pergaulan sosial. Bahkan ketika lingkungan sosial itu yang justru mengganggu, ada sebuah motivasi dari Rasulullah:

"Orang mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar menghadapi segala gangguan mereka, lebih baik daripada orang yang tidak mau bergaul dengan mereka dan tidak sabar menghadapi gangguan mereka" (HR. At-Tirmidzi, Ahmad, dan Al-Bukhari di dalam Al-Adabul Mufrad)

Terkadang setiap orang butuh waktunya masing-masing. Sendiri. Hanya dia. Biasanya orang butuh sendiri ketika dia sudah jenuh, bosan melakukan segala sesuatunya. Dia membutuhkan waktu dan tempat untuk sendiri. Dan tidak ada teman atau sahabat yang bisa diajak berbagi. Disinilah kehadiran Tuhan terasa sangat bermakna. Meski raga terlihat sendiri tapi, jiwanya ramai bersama Tuhan. Jangan fikir seseorang sendiri karena dia galau. Tidak punya arah tujuan jelas dan tidak punya teman. Justru karena ia kuat, dia lebih baik dalam kesunyian, menyembunyikan kesedihannya ini dibalik senyuman yang biasanya orang lain lihat. Justru sendiri karena ia merasa punya arah tujuan jelas, jelas kemana perasaannya ia akan bawa, bukan kepada manusia saja, tapi hanya dan akan kepada Allah. Sekalipun ia tidak bersama seorang manusia pun. Karena ia tahu dengan mengingat dan hanya berbincang dengan Allah akan membuatnya tenang. Sekalipun ia sedang tidak bersama siapapun.

Day 10: Your Bestfriend

Di bangku SD, sahabat saya ada dua orang. Mereka adalah teman sekelas dan teman satu mobil jemputan. Kami bahkan tidak tahu apa itu sahabat....