Saturday, March 28, 2015

Dua Keping Koin 500 Rupiah.

Pagi ini diawali dengan baik. Gue sarapan roti selai coklat dan minum segelas susu milo coklat hangat sambil leyeh-leyeh di ruang tamu. Sesekali mengobrol dengan Ibu yang sedang asyik membaca. Benar kata orang bijak, bahagia itu sederhana. Sesederhana ini. Dan untuk saat ini, rasanya gue hanya butuh itu. Beristirahat sejenak setelah lima hari sebelumnya, dahi berkerut dan leher menegang saat bekerja 10 jam per hari.

Tapi, tiba-tiba bahagia ini harus berhenti. Gue baru ingat kalau hari ini, di hari sabtu yang indah ini, harus lembur. Kadang rasanya saya ingin sekali mengeluh. Ingin sekali rasanya seharian saya hanya merutuki. Tapi, kalau difikir-fikir lagi, mengeluh itu bikin capek juga. Dan gak menghasilkan apa-apa. Dan dua sebab itu cukup untuk membuat gue males mengeluh lagi. Lain kalau gue capek karena kerja. Setidaknya ada yang bisa gue hasilkan dari situ. Kalau lagi jenuh seperti ini, biasanya gue cukup ingat kalau banyak orang yang pengen ada di posisi gue. Maka, hilanglah keinginan untuk mengeluh itu. Mungkin kalian bisa coba cara ini.

Singkat cerita, gue berangkat ke kantor pagi ini sekitar jam 10 pagi. Asik mengendara mobil di sepanjang Jalan Metro Tanjung Bunga, gue perhatikan di sepanjang pinggir jalan, banyak pengendara motor menepi dan berhenti. Entah apa yang mereka lakukan disitu. Kenapa sih mereka gak terus jalan dan malah singgah disitu. Padahal di pinggir jalan itu gak ada pertunjukkan topeng monyet atau jualan obat ramuan lho. Cek per cek, semakin gue terus jalan, ternyata tidak jauh dari para gerombolan pengendara motor itu, terlihat lah sesosok penampakan menyeramkan berjaket dinas warna hijau neon. Polisi Lalu Lintas. Iya, memang menyeramkan kok, untuk mereka para pengemudi nakal tak ber-SIM atau ber-STNK. Para polisi lalu lintas melakukan operasi lalu lintas (katanya, entah mereka menyebutnya apa. I don't care, anyway).

Karena beberapa tahun lalu, waktu masih SMA dan polos  pernah ditilang, gue lumayan masih trauma kalau lihat polisi ini rame-rame sweeping di jalan kayak gitu. Gue merasa terintimidasi dengan aura mereka. Gue emang gak cocok dengan polisi. Makanya, gue gak nyari calon yang kerjaannya polisi. (Eh kok topik bisa luber kayak gini sih?). Ah sudahlah, lupakan saja. Jadi, karena pengalaman beberapa tahun lalu itu, secara otomatis alam bawah sadar gue membuat gue langsung mengecek lagi dompet.Kali-kali aja gue lupa bawa STNK atau SIM atau malah gak bawa dompet. Fiuh, ada. Lanjut gue jalan seperti biasa malah terkesan "Nih, tahan aja gue kalau mau. Gue ada SIM dan STNK kok". Belagu banget lah. 

Ternyata orang belagu itu selalu sial. Gue membuktikan itu hari ini. Hampir aja sampai kantor, ternyata di sebuah ruas jalan dekat Mesjid Al-Markaz, gue dapatkan lagi operasi sama yang gue temukan di jalan Metro tadi. Gue yang udah pede dan belagu terus jalan aja dengan santai, sampai pada akhirnya seorang polisi mengisyaratkan gue untuk menepi dan berhenti. Gue mah santai aja. SIM dan STNK ada kok, jadi gak perlu khawatir. 

Mas Polisi : "Selamat pagi, Bu (buset, gue dipanggil "Bu". Gue gak setua itu kaliik, pak) Kami sedang mengadakan operasi bla..bla.. dan bla..bla... bisa saya lihat SIM dan STNK nya?

Gue : Ooh iya bisa, pak. *senyum ramah sambil kasih SIM dan STNK nya*

Mas Polisi : "Maaf ya bu. Ibu melanggar peraturan karena tidak mengenakan sabuk pengaman. Ibu melanggar peraturan nomor..bla..bla..dan bla..bla..jadi denda nya 250.000 rupiah. Saya kasih ibu surat tilang nanti datang sidang tanggal 9 ya"

Jegeeeerrrrr..gue kaget. Beneran. Gak nyangka kalau gue masih aja melanggar. Padahal gue udah pede banget karena gue merasa aman karena bawa SIM dan STNK. Shit has just happened.

Gue : Duh, saya gak bisa bayar denda nya langsung aja pak? *sambil pasang muka memelas*

Mas Polisi : "Iya kalau memang bisa bayar sekarang, tidak apa-apa"

Gue pun langsung memeriksa dompet. Tapi, sungguh celaka dan mampus binti sial, uang di dompet cuma 2 lembar uang 100 ribu dan uang  recehan entah jumlahnya berapa. Sedangkan gue harus bayar 250 ribu pada saat itu juga. Gue celingak-celinguk bentar, tidak ada tanda-tanda ATM booth disekitar situ. Disaat seperti ini, gue malah gak nemu ATM. Appaan..

Berjuanglah gue harus mendapatkan 50 ribu untuk mencukupi dendanya. Gue rogoh aja kantong rok, dashbor mobil kalik aja uang dua ribuan atau seribuan. Tas juga gak lupa gue periksa. Sampai ke kantong terkecil. Uang baru terkumpul 244 ribu. Kurang 1000 rupiah, meeeen. Gue mesti cari dimana lagi. Gue lanjut melakukan pencarian di bawah keset mobil, kali aja ada yang pernah jatuh dan terselip. Dengan bantuan doa dalam hati, akhirnya gue berhasil mendapatkan 2 koin 500 rupiah. Koin penyelamat hari ini. Maka, jadilah gue membayar denda pelanggaran itu dengan uang 2 lembar uang 100 ribu, 1 lembar 20 ribu, 1 lembar 10 ribu, 3 lembar 5 ribuan, 2 lembar uang 2 ribuan dan 2 koin 500 rupiah tadi.

Gue dengan muka melas, menyetor uang itu ke Mas Polisi "Maaf, pak. Saya gak nemu ATM. Belum narik uang tunai". Mas Polisi cuma geleng-geleng aja. Entah apa yang ia fikirkan. Kasihan? Jelas lah. Mungkin mikir, kasihan bener anak ini. Keras sekali hidupnya sampai bayar tilang aja pake recehan. Gimana makan sehari-harinya. Iya, mungkin cuma gue yang pernah bayar tilang pake uang recehan, bahkan pake uang koin.

2 comments:

  1. 250 ribu?
    itu bener udah sesuai prosedur ya,.
    kalo saranku, mending ikut sidang aja,. ngga ribet kok. apalagi `cuma` kesalahan manusiawi macam lupa, ketinggalan, ngga tau, dsb.
    dan satu lagi, di sidang dendanya tidak langsung denda maksimal seperti undang undang.
    aku pernah g bawa dompet, it means sim dan stnk, denda maksimal 500 +250 ribu tapi alhamdulillah pas sidang dendanya 50.000 + admin 1000 rupiah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks for sharing, hasan. Udah terlanjur juga kejadiannya kemarin -_-

      Delete

Day 10: Your Bestfriend

Di bangku SD, sahabat saya ada dua orang. Mereka adalah teman sekelas dan teman satu mobil jemputan. Kami bahkan tidak tahu apa itu sahabat....