Saturday, May 23, 2015

Will He Still Love You In The Morning?

Mama saya pernah bilang, ada dua hal penting yang dibutuhkan sebuah pernikahan. Dua hal yang akan menjadi roda, mengarahkan akan dibawa kemana pernikahan itu akan dibawa. Menuju kebahagiaan atau kesengsaraan ditentukan dari kedua hal ini. Kalau salah satunya tidak terpenuhi, maka jangan harap pernikahan itu akan adem ayem saja, tanpa masalah. Adalah keuangan dan kesetiaan.

Untuk mereka yang masih belum menikah, perlu memerhatikan dua hal inti ini saja. Selebihnya, mungkin kita bisa memberikan sedikit toleransi. Agak longgar dengan berbagai macam perbedaan. Tapi, tidak dengan kedua hal ini. 


Memang sudah menjadi hal wajar jika para wanita biasanya mempertanyakan tentang keuangan terhadap sang calon suami. Misalnya, apa pekerjaannya, dimana dia bekerja, penghasilannya darimana saja, sampai pada jumlah penghasilannya berapa. Jangan salah sangka dulu, wahai lelaki. Hehe.. Bukannya wanita itu matre, tapi wanita itu sering berfikir realistis ketika hendak menikah. Wanita hanya ingin memastikan saja bahwa apakah dia dan anak-anaknya kelak akan cukup sandang dan pangan. Seberapa terjamin kehidupan dia dan keluarganya kelak. Hanya ingin memastikan apakah keluarganya nanti makan dari nafkah yang halal atau tidak. 

Dalam persiapan pernikahan, keuangan sering menjadi momok menyeramkan untuk para laki-laki. Karena itu artinya tanggung jawabnya bertambah, bukan lagi memikirkan tentang satu orang dan keluarganya saja. Tapi, akan ada satu orang lagi yang akan menjadi anggota keluarganya. Yang akan menambah daftar tanggung jawabnya. Mengambil alih peran ayahnya selama ia hidup. Tidak sedikit pula laki-laki bahkan menunda untuk menikah karena persoalan ekonomi. Merasa keuangannya masih belum stabil untuk menanggung hidup seorang lagi. Teringat dengan nasihat lama yang bilang kalau uang dicari tidak akan ada habisnya. Dunia gak akan ada habisnya jika dikejar terus. Tidak harus kaya raya harta berlimpah, yang penting cukup. Yang penting pasti. Yang penting telah mampu bertanggung jawab sendiri atas keluarganya. Itu cukup. Bukankah janji Allah akan membukakan pintu rezki bagi mereka yang hendak melindungi dirinya dengan menikah?

Tapi, apa gunanya pasangan kaya raya jika ia tidak setia? Kedengaran seperti lirik lagu dangdut lawas, tapi akui saja kalau kesetiaan menjadi poin yang tidak kalah pentingnya dengan uang. Coba lihat sekeliling kita, lihat kerabat-kerabat kita, kenalan, ada berapa banyak dari mereka yang pernikahannya sering di ujung tanduk, malah tidak sedikit berujung kehancuran karena salah satunya tidak bisa menjaga kesetiaannya terhadap pasangannya masing-masing. Ada berapa banyak pernikahan yang hanya dipenuhi dengan tangis pilu dari seorang istri dan teriakan amarah dari seorang suami karena salah satu dari mereka ada yang selingkuh? Dan ada berapa banyak anak-anak yang menjadi korban perceraian orang tuanya karena perihal adanya cinta ketiga yang hadir ditengah-tengah mereka?

Ada banyak jalan dan cara untuk membuka pintu kemungkinan munculnya perselingkuhan. Dari faktor internal dan eksternal. Dari si pelaku itu sendiri dan dari tempat serta waktu yang tidak disengaja. Lingkungan perkantoran terkenal menjadi tempat rawan untuk terjadinya kemungkinan tersebut. Apalagi zaman sekarang, perempuan dan laki-laki bekerja bersama, bercampur tanpa ada lagi pemisah diantaranya. Tidak seperti sebaliknya pada saat masih zaman Rasulullah. Segala macam aktivitas sudah dilakukan bersama, kita diharuskan bersinergi langsung dengan semua orang, perempuan maupun laki-laki.

Awalnya biasa, tapi lama-lama karena sering bertemu di kantor maka rasa tak biasa pun datang. Tadinya bersama hanya saat keperluan kantor, tapi lama-lama bersama karena niat tersembunyi. Pembicaraan bukan lagi perihal kerjaan, tapi juga masalah pribadi. Tidak sadar kalau ternyata sudah ada seseorang di rumah yang telinga nya selalu siap mendengarkan keluh dan kesah jika ia dbutuhkan. Tak berfikir kalau ternyata sudah ada seseorang di rumah yang bahu nya selalu siap disandari ketika penat datang. Tidak perlu lagi mencari telinga dan bahu lain diluar sana. Hati-hati curhat dengan rekan kerja di kantor, apalagi jika ia lawan jenis. Memang ada status teman dilabelnya tapi bukan tidak mungkin hati bukan lagi ke arah sana. Siapa yang tahu? Dan selalu akan seperti itu awalnya. Karena teman. Maka, bergaul saja seperlunya. Berteman saja sekenanya. Tidak perlu berlebihan. Tidak perlu berteman dengan tujuan yang tidak perlu.

Kesetiaan memang menjadi salah satu tiang penyangga sebuah pernikahan. Dan biasanya seseorang yang memang awalnya tidak setia sebelum menikah, bisa jadi akan seperti itu juga setelah menikah. Yang matanya selalu jelalatan sebelum menikah, bisa jadi akan seperti itu juga setelah menikah. Yang selalu tebar pesona sebelum menikah, bukan tidak mungkin ia juga seperti itu setelah menikah.

Tapi, bukankah seorang manusia bisa berubah?

Berubah itu gampang. Memulai dan mempertahankannya yang sulit. Perlu kemauan diri sendiri serta motivasi luar yang kuat yang membuatnya berubah. Tapi, gimana kalau dia nya gak mau? Apa bisa tahan menikah dengan orang yang gak mau berubah dan bertahan dengan satu orang saja? Memang setahun atau dua tahun, pernikahan itu akan indah saja, tapi gimana ketika bertahun-tahun kemudian? Masihkah ia ada ketika keriputmu sudah mulai muncul, ketika badan mu sudah gembrot karena melahirkan, atau uban mulai terlihat? Will he or she still love you in the morning?


Maka, kenali calon pasanganmu baik-baik. Kenali dirinya. Kenali keluarganya. Kenali pekerjaannya. Kenali siapa teman-temannya. Dan kenali lingkungannya. Pilih dengan bijak.

No comments:

Post a Comment

Day 10: Your Bestfriend

Di bangku SD, sahabat saya ada dua orang. Mereka adalah teman sekelas dan teman satu mobil jemputan. Kami bahkan tidak tahu apa itu sahabat....