Monday, January 26, 2015

Kamu Gagal?

Allah selalu punya banyak cara untuk membuat sebuah pertemuan dan perpisahan.

Selalu ada makna terselip di balik sebuah kejadian indah dan suram.

Semua kejadian yang manusia alami selalu berawal dari sebuah pertemuan. Lalu, berlanjut terus, hingga waktu membuktikan sesuatu.

Sayang, kita selalu tidak pernah punya petunjuk, akan dengan siapa dan dimana kita menemukan sebuah pertemuan.

Orang bijak bilang, seseorang bisa hadir sebagai berkah..atau pelajaran. Perantara atas apa yang coba Allah ajarkan kita, bisa jadi melalui seseorang, dengan sebuah kejadian.

Tapi, dari semua kejadian itu, Allah hanya ingin ajarkan satu hal.

Keikhlasan. Bagaimana caranya memberikan terbaik hanya untuk Dia, setelah mendapatkan atau mengalami sesuatu.

Banyak manusia lupa akan itu. Termasuk saya. Mungkin juga Anda. Lupa kalau sesuatu itu bukan milik kita. Sehingga, kita memberikan segala usaha hanya untuk menggenggamnya.

Sayang, banyak juga yang lupa. Allah yang miliki segalanya. Dia bisa memberikan apapun, kapanpun kepada siapapun.

Tapi, Allah juga bisa mengambilnya, kapanpun dari siapapun.

Maka, ketika ada yang hilang. Ada yang pergi. Ada yang gagal. Mengapa terjadi?

Maka, tanyakan pada dirimu sendiri dulu. Siapa kamu sebenarnya hendak coba memiliki segalanya tapi tidak mencoba untuk memiliki Allah? Padahal Dia adalah Yang Maha Memiliki.

Menggenggam sesuatu tapi mulai melepaskan Allah, sama sekali bukan tindakan cerdas.

Semoga di kemudian hari, ego yang ingin memiliki semuanya tidak menguasai lagi. Apa yang terjadi, maka terjadilah.

Bukan sesuatu yang harus dilupakan dan disesali. Justru disyukuri. Karena melalui itu, Allah coba berbicara kepada kita dan ajarkan sesuatu.

Mungkin kamu gagal, karena hubunganmu dengan Allah sudah retak.

(Semoga tulisan ini menjadi pengingat untuk saya. Dan juga Anda yang membaca)

Friday, January 16, 2015

Cerita DTU (Part 1)

Mungkin sekitar sebulan lalu, saya mengikuti sebuah diklat yang diadakan oleh instansi tempat saya bekerja. As your information, diklat ini diikuti oleh sekitar 800-an orang, yang notabenenya adalah pegawai baru dan wajib mengikuti diklat ini. Awalnya gak kebayang aja gimana rasanya diklat dengan 800 orang selama 10 hari. Dengan aktivitas diklat yang gak biasa. Saya ceritakan sedikit kalau diklat ini memang basisnya adalah orientasi dan pembentukan karakter sebagai seorang abdi negara. Tapi, tahu kan yang namanya orientasi itu dimana-mana kayak gimana? Orientasi kampus, SMA, sampai udah jadi pegawai gini aja masih mesti di orientasi. Dilatih sama Kopassus pula. Bukan sama senior seperti yang ada di bayangan lo semua. Diklatnya di dekat gunung pula. Bukan di lapangan kampus lagi.

Guling-guling di atas rumput, tiarap bareng, doing push-ups, sit-ups, lari kayak orang gila. Kerjaannya ikutin instruksi pelatih dan jadwal dari panitia penyelenggara. Duduk diatas rumput, diguyur hujan terus kena sinar matahari lagi. Gitu terus bolak-balik. Cuacanya..

Wednesday, January 14, 2015

Seandainya Saja..

Seandainya saja perasaan kita tidak saling menyapa dari jarak sejauh ini,
Mungkin aku tidak perlu sesendu ini ketika hanya melihat langit yang sama dengan mu.

Seandainya saja pertemuan ini tidak begitu berarti.
Mungkin aku tidak perlu teringat melulu denganmu ketika hanya melihat hujan.

Seandainya saja aku sadar kalau aku pernah kalah melawan jarak dan waktu.
Mungkin aku tidak perlu menyisipkan sedikit tempat disini, di sebuah sudut dalam nirwanaku.

Begitu lucu ketika sebuah pertemuan diantara banyak pertemuan menjadi begitu sangat membekas. Sebab pada kenyataannya, kita selalu bertemu dengan orang lain. 

Awalnya tidak saling menyapa.
Tapi lama-lama bukan sekedar kita lagi yang berbincang.

Tapi, tidak denganku. Dan tidak pula denganmu. Kita berdua tahu. 
Pertemuan itu adalah awal. Entah kemana itu akan membawa kita.

Biarkan saja perasaan ini menggenggam dirinya sendiri, dalam senyap.
Disaat jemariku belum bisa tertaut dengan jemarimu.

Biarkan saja kata-kata ini mengantarkan rindu menujumu.
Disaat lisanku belum bisa berbisik sayang di telingamu.

Biarkan saja doa ini melindungimu dari sini.
Disaat lenganku belum bisa melingkar hangat membalas dekapanmu.

Biarkan waktu dan jarak ini mengiringi.
Hingga kita siap turut menggenggamnya.

Biarkan saja Tuhan yang tahu.
Siapa nama yang selalu aku biarkan melangit menuju-Nya.

Saturday, January 10, 2015

A Very Strong and Deep Line With Someone.

"Kalau suka, kenapa galau? Bukannya senang?"

"Setiap rasa punya resikonya.

Setiap hubungan ada masalahnya masing-masing.

Kita yang menentukan akan tetap tinggal..

..atau tidak"

Friday, January 2, 2015

Sebuah Keluarga

Sungguh senang dan tenang rasanya melihat sebuah keluarga kecil saling mendukung satu sama lain. Sekalipun anak-anaknya yang masih kecil. Bahkan berbicara saja masih belum bisa. Bahkan, yang kemana-mana masih pakai pempers. 

Bagaimana bisa tahu? Iya, sebuah keluarga itu saling mendukung satu sama lain akan terlihat dari luar. Ketika tidak ada yang melihat. Sore ini, aku terdiam sejenak, terduduk sambil sedikit tersenyum. Salah satu pegawai keluar dengan sedikit tergopoh-gopoh sambil menggendong seorang balita perempuan yang umurnya belum genap setahun. Berhati-hati agar ia tidak terpeleset. Maklum, seharian ini kota ku diguyur hujan deras. Dengan erat ia memeluk tubuh anaknya. Kerudung lebar warna hijau tuanya berkibar pelan ditiup angin sore. Kasih sayang ibu itu terpancar. Jika saja semua orang bisa melihatnya.

Anak yang ada di gendongan sang Ibu hanya mengerjapkan mata bulatnya. Cantik. Apalagi dengan baju berwarna merah muda. Kulitnya putih bersih. Suci, tanpa dosa dan kesedihan terlihat di wajahnya. Anak ini tidak rewel. Pintar seperti Ibunya mungkin. Makanya, ia tidak mudah menangis. Dia bisa saja mengerti bahwa Ibunya ini sedang bersusah payah menggendongnya kemana-mana. Apalagi jalanan sedang licin. 

Disamping sang Ibu, ada laki-laki tinggi turut berjalan beriringan. Itu jelas sekali adalah sang Suami. Sang Bapak. Sama berhati-hatinya seperti sang Istri, dia berjalan hati-hati dengan sebuah tas tergantung di lengannya. Berat pasti. Mungkin berisi peralatan si Bayi Perempuan tadi. Dengan sabar dan tanpa merengut- sekali lagi terlihat di wajahnya. Tulisan ini memang hasil visual penglihatan saya sih- memayungi si Istri dan si Bayi. Batiknya basah terkena hujan. Lebih baik ia yang basah daripada mereka. Belum lagi ada anak kecil lainnya, sekitar umur 4 tahun, bergelayut manja di gendongannya. Menambah beban berat lengan kokohnya.

Tapi, tidak pernah ada beban jika itu untuk keluarga. Tidak pernah ada yang merasa disulitkan ketika untuk keluarga. Saling mendukung satu sama lain. Saling menghargai. Begitu seharusnya sebuah keluarga. Sebuah pemandangan sederhana nan mengharukan dari sebuah keluarga kecil sore ini kembali mengingatkan saya tentang itu. Membuat hangat siapa saja yang melihatnya. Andai saja kalian bisa melihatnya juga.

Setelah semua ini, muncul pertanyaan baru: Kapan saya bisa punya keluarga kecil saya sendiri, seperti itu? 

Entahlah. Tuhan yang tahu.

Day 10: Your Bestfriend

Di bangku SD, sahabat saya ada dua orang. Mereka adalah teman sekelas dan teman satu mobil jemputan. Kami bahkan tidak tahu apa itu sahabat....