Awalnya saya mau lari saja. Sudah cukup banyak hal yang seharusnya tidak saya ketahui. Saya bahkan tidak tahu saya sebaiknya berhak tahu hal ini atau tidak. Allah hanya memperlihatkan begitu saja. Tanpa ada angin, tanpa ada apa-apa, Allah dengan mudah memperlihatkan segala sesuatu hal tentang ini. Baik dan buruknya. Positif dan negatifnya. Maka, saya berkesimpulan, mungkin ini saatnya saya mengambil keputusan. Berdasarkan baik dan buruknya itu. Harapan itu layak untuk diperjuangkan atau tidak.
Beberapa hari ini, saya sempat berfikir untuk tidak melanjutkan harapan ini. Hanya mau lari saja. Saya pun mempertanyakan, apakah ini masih bisa disebut harapan kalau terlalu sering membuat luka? Dan apakah memang harapan itu bisa disebut harapan kalau prosesnya hanya membuat tawa saja?
Hanya mau lari saja. Saya pun mulai bingung tentang hakikat berjuang itu sendiri. Apakah berjuang itu ada limitnya? Apakah kita harus terseok-seok dengan tanah agar bisa dikatakan berjuang? Apakah berjuang yang biasa saja, tetap bisa mempertemukan kita dengan harapan, tujuan itu? Apakah berjuang itu memang selalu melelahkan? Kapan kita harus berhenti sejenak? Dan kapan kita harus berhenti dan berbalik arah?
Hanya mau lari saja. Saya bahkan tidak tahu apakah saya berhak atas pengharapan ini atau tidak. Apakah manusia bebas berharap apapun tanpa berkaca siapa dirinya? Memikirkan harapan ini lebih lanjut, saya justru merasa saya bukan apa-apa. Tidak punya kuasa apa-apa. Sangat kecil. Sangat tidak berdaya. Tidak peduli sudah seberapa kuat, kita menggenggam, pada akhirnya Tuhan-lah yang menggenggam semuanya. Hebatnya manusia karena harapan membuatnya kuat. Mau berdiri walau dengan baret luka tubuhnya sudah dimana-mana.
Beberapa hari ini, saya mempertanyakan harapan ini. Saya juga dibuat berfikir oleh sesuatu. Tuhan perlihatkan juga tentang alasan kenapa saya harus tetap tinggal. Dan meneruskan apa yang sudah dijalani. Setiap saya berfikir untuk lari, saya seperti diingatkan lagi alasan mengapa saya harus bersabar melanjutkan ini. Seakan-akan semesta memberitakan kalau sebenarnya saya sudah mengetahui bahwa ada hal berharga lainnya, selain yang selalu terlihat. Potensi yang dimiliki harapan ini tersembunyi, dan saya sudah temukan sejak memutuskan untuk menggenggam dan membuka diri untuk harapan ini.
Saya tidak tahu sampai kapan suara semesta ini membuat saya bertahan. Mungkin keinginan untuk lari dan berhenti lantas berbalik arah ini, adalah ujian lain untuk mengukur apakah saya sudah sedemikian sabar dan ikhlas.
Mungkin juga memberitahukan kembali bahwa sejak awal saya punya jawaban, yang lebih krusial daripada yang selalu terlihat, yang membuat saya mau tetap memilih pilihan yang ini.
Mungkin juga mengingatkan kalau sejenak saya sudah melupakan peran Tuhan.
But, whenever i decide to leave, something just told me to stay.
No comments:
Post a Comment