Allah is the greatest. Alhamdulillah, telah lahir anak pertama kami. I really can't say anything, not even describe my gratitude with any feeling. Rasanya...? Campur aduk. Mau nulis tentang pengalaman melahirkan sekarang, jari bergetar. Sebenarnya saya juga tidak tahu harus mulai darimana (seperti biasa sih, kalau mulai blogging lagi gak tau mesti mulai darimana. Hahaha..) Complicated, dari segala sisi. Yet, it was really an amazing experience for my entire life, so far. Mengalahkan semua momen-momen penting dalam hidup, kecuali momen menikah dengan si Mas sih (hahaha..) This birth experience is climbing the charts.
Mari kembali lagi pada hari Kamis tanggal 29 Desember 2016 Pukul 18.30 WITA.
Usia kehamilan sudah 35 minggu. Dan hari itu, sudah tiba jadwal check-up rutin ke dokter kandungan. Bulan desember ini sudah dijadwalkan check-up rutinnya harus tiap minggu sejak usia kehamilan sudah 33 minggu. Karena posisi bayi sudah siap banget buat lahir. Waktu bersalin bisa kapan saja. Dan minggu ke-35, kontraksi udah mulai terasa beberapa hari walaupun masih tidak teratur.
Hasil check up: berat bayi sudah 2,9 kg dan air ketuban sudah sangat sedikit. Well, we didn't expect this karena terakhir check-up, air ketuban masih banyak. Pecah ketuban dini, begitu kata dokter. Karena keadaan ini, dokter tidak bisa lagi menunggu kontraksi datang. Air ketuban bisa habis, bayi bisa gak nafas didalam. Besides, berat bayi sudah cukup untuk dilahirkan. Ia harus lahir malam itu juga, atau paling lambat keesokan paginya. Dengan dua pilihan melahirkan: induksi normal (semacam diberi rangsangan dulu dengan obat dengan tujuan melahirkan normal) atau operasi sesar. Saya putuskan untuk coba induksi, dengan chance bisa melahirkan normal 50:50.
Pukul 22.30 WITA
Ini sumpah, waktu mau ke rumah sakit jadinya drama banget. Lucu aja, kalau saya ingat lagi. Hujan deras, angin kencang, jalanan depan rumah banjir plus kabel tiang listrik di dekat rumah, putus sampai muncul percikan api. Hahaha. Tambah parno lah saya. Jangan-jangan makin lama, situasi semakin dramatis lagi. Bisa-bisa lahiran di rumah dong. Udah lah ya, akhirnya tetap maksa ke rumah sakit sebelum keadaan semakin mencenangkan. Dibawah guyuran hujan dan tiupan angin badai, gue bawa bayi yang masih dalam perut ini ke rumah sakit. Plis, jangan bayangin gue cuma lagi pake daster, jalan kaki, pegangin perut, menahan sakit sambil hujan-hujanan menuju rumah sakit, kayak adegan sinetron. Plis, jangan..
Pukul 23.50 WITA
Setelah pemeriksaan dalam, observasi di ruang UGD, USG dan urus administrasi, saya dimasukkan ke ruang bersalin. Apakah saya langsung menyerah memutuskan diinduksi atau disesar? Gak, saya memutuskan untuk menunggu sampai besok pagi. Saya mau tunggu kontraksi alami datang malam itu. Sudah dua hari saya menahan sakit, masa' gak kontraksi atau pembukaan juga?, fikirku. Saya pengen banget bisa lahiran normal.
Lantas, mengapa sudah ke rumah sakit padahal ujung-ujungnya nunggu juga? Well, selain karena keadaan dramatis tadi, saya fikir saya dan bayi akan lebih gampang dipantau dan langsung ditangani jika terjadi apa-apa. Mau menunggu malam ini atau besok, sama saja. Ia harus lahir.
Jumat, 30 Desember 2016 Pukul 04.00 WITA
Saya dan bayi di check lagi keadaannya. Keadaan saya baik, tapi sayangnya keadaan bayi tidak baik-baik saja. Detak jantungnya melemah. Balik lagi dengan segala kemungkinan. Baik dalam proses melahirkan induksi normal atau sesar. Keduanya punya kemungkinan 50:50 agar bayi ini lahir dengan selamat. Bismillah, dengan pemikiran yang terburu-buru, mempertimbangkan saran dokter, keluarga, dan keadaan bayi, menekan segala ego diri, akhirnya memutuskan untuk jalani operasi sesar.
Pukul 06.00 WITA
Setelah menunggu dua jam persiapan operasi. Badan sudah disuntik obat sana-sini. Entah sudah berapa tusukan jarum berisi antibiotik yang disuntikkan. Terakhir, badan disuntikkan obat bius melalui tulang punggung, agar bagian tubuh dari perut kebawah tidak bisa merasakan apapun. Funnily, rasanya enak dan saya bisa rileks. I couldn't feel my legs and my other body parts down there.
Dokter memutuskan untuk tidak membius total, hanya bius lokal saja. Alhasil, saya tidak tertidur selama operasi berlangsung dan bisa "menikmati" prosesnya dari balik kain yang dipasang tepat di atas perut. Sebentar lagi, jarakku dengan si bayi hanya dipisahkan oleh kain hijau tipis ini. Saya pasrah.
Setelah beberapa lama, (mungkin) perut saya sudah terbuka, bayi siap dikeluarkan. I swear, that was the most amazing experience. I could feel my baby kicked my under chest, was trying to push himself out from my belly. He was also trying hard as i did. Badan saya bergetar, entah karena dorongan oleh dokter atau karena gerakan bayi. Dengan bantuan dokter, si bayi didorong keluar di saat bersamaan ia juga mendorong dirinya sendiri dari dalam. I can't describe it clearly, karena rasanya tubuh sudah lemah sekali. Selain akibat tidak tidur selama dua hari kemarin, mungkin juga karena darah sudah banyak terkuras.
Tidak lama kemudian, samar-samar saya mendengar si bayi menangis. He was finally out. And yes, it is a boy. Akhirnya, ia lahir dengan selamat. I saw a nurse showing my baby to me for a while, then walked out of the room while bringing him. Ia akan dibersihkan. Ia akan diperlihatkan pada ayahnya dan di adzani. Lalu, dibawa kembali ke ruangan operasi tadi. It was a great feeling, ketika melihat bayi itu untuk pertama kali. I kissed him for the first time. Masa bodoh dengan kegiatan jahit-menjahit dokter dibawah sana. Hahaha.
Pukul 08.00 WITA
Tubuh rasanya lemah, tapi jiwa rasanya penuh. Meluap-luap. Plong. Lengkap. Seperti lahir kembali. Terbayang-bayang wajahnya, dia yang berada di ruangan lain sementara saya dalam proses recovery. Kulitnya putih bersih, dengan bibirnya yang penuh dan kemerahan. Baunya wangi, mungkin itu bau dari surga.
Pukul 08.00 WITA
Tubuh rasanya lemah, tapi jiwa rasanya penuh. Meluap-luap. Plong. Lengkap. Seperti lahir kembali. Terbayang-bayang wajahnya, dia yang berada di ruangan lain sementara saya dalam proses recovery. Kulitnya putih bersih, dengan bibirnya yang penuh dan kemerahan. Baunya wangi, mungkin itu bau dari surga.
Setiap inci tubuh rasanya bergetar. I couldn't believe that sweet little human, yang suci dan tanpa dosa, lahir dari rahimku. I felt complete, he completed me. Nothing could beat this feeling. Every mom knows it.
Seperti mimpi saja apa yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Ia lahir dengan indah, tanpa peduli prosesnya apakah dengan normal atau sesar. Tidak bisa terbayangkan jika saya terlambat sedikit saja. Atau terlalu mengikuti ego untuk melahirkan normal.
Melahirkan, bukan saatnya lagi menghadirkan ego. Tapi, menjadi salah satu momen perempuan untuk meninggalkan semua dunia, sementara sebelah kakinya ada di alam kubur. Saatnya fokus dengan makhluk hidup yang diamanahkan rahim untuk diantar ke dunia. Ia juga sedang berjuang, sama seperti sang Ibu. Saatnya berserah. Mengikhlaskan jiwa untuk berkorban yang terbaik.
Bismillahirrahmaanirrahim, i am a mom.
Seperti mimpi saja apa yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Ia lahir dengan indah, tanpa peduli prosesnya apakah dengan normal atau sesar. Tidak bisa terbayangkan jika saya terlambat sedikit saja. Atau terlalu mengikuti ego untuk melahirkan normal.
Melahirkan, bukan saatnya lagi menghadirkan ego. Tapi, menjadi salah satu momen perempuan untuk meninggalkan semua dunia, sementara sebelah kakinya ada di alam kubur. Saatnya fokus dengan makhluk hidup yang diamanahkan rahim untuk diantar ke dunia. Ia juga sedang berjuang, sama seperti sang Ibu. Saatnya berserah. Mengikhlaskan jiwa untuk berkorban yang terbaik.
Bismillahirrahmaanirrahim, i am a mom.
No comments:
Post a Comment