Tuesday, March 21, 2017

Operasi Sesar, Enak?

Sejak jadi ibu, i have heard so many things yang sifatnya perbandingan. Maksudnya? Begini ya, kita, khususnya para ibu, tahu bahwa menjadi seorang ibu selalu punya dua sisi dalam hal paling awal yaitu mengandung anaknya, melahirkannya, hingga saat merawatnya. 

Contohnya, seperti pagi ini, baru saja saya membaca postingan di instagram yang ada hubungannya dengan proses melahirkan. Isinya yang membandingkan antara proses melahirkan normal dan operasi sesar (ini yang saya maksud dengan dua sisi dari kehidupan ibu) Dan katanya, postingan itu tanpa mendiskreditkan proses operasi sesar. Jangan tanya akunnya dibully apa gak sama ibu-ibu yang lain. It is very sensitive things to talk about, you know. Apalagi, untuk ibu-ibu yang memang pernah mengalami operasi sesar. Sensitif banget cyiin..


Oh well, seakan-akan sesar ini lah yang biasanya di diskreditkan jika dibandingkan dengan yang normal. Saya pun seorang ibu yang menjalani proses melahirkan dengan sesar, sedikit kesal saat membaca postingan itu. Dan juga saat membaca postingan lain yang sama halnya, yaitu membanding-bandingkan.

Saya adalah ibu yang melahirkan dengan operasi sesar. Dan sampai sekarang masih jelas teringat perasaan saya, keadaan saat itu, dan kondisi bayi, yang membuat saya berani untuk memutuskan operasi. 

Secara medis, operasi sesar sama halnya dengan operasi besar dengan resiko-resiko yang bisa terjadi pada ibu dan anaknya. Sama seperti melahirkan normal yang punya resiko tersendiri. Bold ya, ada kata resiko. Jadi, alangkah tidak bijaknya jika kita meng-judge ibu-ibu yang sesar, melahirkan dengan enak-enak aja. Tanpa rasa sakit. Tanpa adanya kemungkinan ibu dan anak bisa tidak selamat. Itu salah, ya. 

Sebab-sebab para ibu harus operasi sesar, bisa saja karena posisi bayi yang tidak pas pada panggul, atau sungsang. Atau karena keadaan kesehatan ibu yang tidak memungkinkan untuk melahirkan normal seperti tekanan darah tinggi atau tekanan darah rendah. Atau bisa juga karena keadaan kandungan yang sifatnya darurat, seperti pecah ketuban dini.

Kalau dilihat dari sebab musababnya, ibu bisa saja dioperasi disebabkan karena adanya keadaan-keadaan yang terjadi tiba-tiba dan tidak bisa dikendalikan. Kita hanya manusia bisa berencana apa saja, tapi Tuhan yang menentukan. Para ibu-ibu pasti gak ada lah yang mau posisi bayinya sungsang, atau pecah ketuban dini, atau punya tekanan darah tinggi sehingga harus operasi. Lantas, kita bisa apa kalau Tuhan berkata lain. Iya kan? Maka, sebaiknya fokus ke keselamatan sang bayi saja.

Sedikit flashback, dulu kandungan saya pecah ketuban dini. Tanpa ada pembukaan sedikitpun. Walaupun tetap ada kontraksi. I can remember until now how stubborn i was. Besar sekali keinginan saya untuk melahirkan normal. Hanya saya dan Tuhan yang tahu, betapa keras kepalanya saya untuk tidak langsung menjalani operasi. Padahal, air ketuban saya sudah berkurang banyak dilihat dari USG. 

Setelah operasi, baru saya diberitahu dokter bahwa air ketuban sudah habis. Kepala bayi tidak pas dengan panggul, oleh sebab itu kontraksi tetap ada tapi tidak ada pembukaan. Sedikit saja saya terlambat, mungkin bayi saya tidak selamat. Bayangin aja bayi udah megap-megap cari nafas, udah kehabisan air, pengen keluar tapi emaknya keras kepala gak pengen keluarin anaknya? Was i mean? Yes, kalau saya tetap bersikeras untuk melahirkan normal. Alhamdulillah, Tuhan gak biarin saya dan bayinya mengalami apa-apa. Ia lahir dengan selamat dan sehat melalui operasi sesar. I will never regret my desicion.

Di dalam ruang operasi, mesti menghadapi keadaan sendirian. Ketidakpastian. Ya, semuanya masih tidak pasti ketika operasi berlangsung. Dokter pun tidak tahu. Hingga operasinya selesai, hingga efek obat biusnya habis, baru kita tahu apakah ibu dan anaknya baik-baik saja. Tidak ada suami, orang tua, atau keluarga lain yang menemani. Jarang ada ibu-ibu operasi sesar bisa ditemani suami atau keluarga lain karena kebijakan rumah sakit dan memang pada umumnya seperti itu. Every pain i feel, every uncertainty, i face them alone. Walaupun sebenarnya saya juga nyaman melalui proses melahirkan sendirian. It will be so uncomfortable, when people seeing your belly is cut by the doctor, you know. Tapi, tidak menampik kemungkinan ada ibu-ibu yang sebenarnya pengen ditemani suami ketika melahirkan, layaknya ibu-ibu lain yang bisa melahirkan normal. Ya kan?

Pasca operasi, jangan difikir badan cepat pulih. Kalau melahirkan normal, rasa sakitnya terjadi sebelumnya, maka operasi sesar sebaliknya. Setelah operasi, ibu-ibu harus berusaha deal dengan rasa sakitnya yang entahlah sampai kapan. It could be weeks, or months. Tidak gampang berbagi diri dengan bayi, dengan keadaan masih kesakitan karena luka operasi. Ngilu-ngilu sedap lah. Baring menyamping aja buat menyusui setengah mati. Bergeser badan di kasur aja, sakitnya minta ampun. Jangankan jalan, buang air kecil aja masih takut. Apalagi buang air besar. Minggu-minggu pertama merawat bayi harus direlakan, dirawat oleh suami dan keluarga karena mesti bed-rest. Thank God saya juga tidak harus menghadapinya sendirian. 

So, let me tell you something, fellas. Mau lahiran normal dan sesar, pada intinya proses melahirkan adalah saatnya merasakan sakit. Saatnya tubuh dan jiwa rasanya keluar dari zona nyamannya. Dan dipaksa untuk lebih kuat dari biasanya. Bahkan melampaui yang manusia sebenarnya bisa rasakan. 

Normal atau operasi, punya kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Tetapi, apapun prosesnya, itu tidak akan mengurangi nilai seorang perempuan sebagai Ibu. Gak ada istilah ibu normal atau tidak normal (baca: operasi sesar). Gak ada istilah kalau normal, insting ibu nya lebih berkerja daripada yang sesar. Gak ada istilah kalau normal, lebih bisa menyusui ASI eksklusif daripada yang sesar. Banyak ibu-ibu sesar yang masih bisa menyusui ASI ke anaknya (tapi bukan berarti yang menyusui anaknya dengan sufor itu salah ya. Tetap ya, don't judge other mothers). Ibu adalah ibu. Kamu melahirkan normal, alhamdulillah. Jika melalui operasi pun, jangan merasa gagal.

Proses melahirkan bukan lagi saatnya memikirkan jika melahirkan operasi atau tidak, apa kata orang. Bukan lagi saatnya memikirkan how proud you will be jika melahirkan dengan normal, sementara keadaan sang bayi tidak memungkinkan.

Saatnya menurunkan segala ego. Apapun yang sedang bertentangan antara keinginan yang ada di lubuk hati terdalam dan kenyataan yang terjadi, tetapi prioritasnya bukan ego. Melainkan nyawa yang sedang berjuang untuk mengawali hidupnya. 


Whatever the process you choose, what really matter is the baby. Itu sudah lebih dari cukup..

No comments:

Post a Comment

Day 10: Your Bestfriend

Di bangku SD, sahabat saya ada dua orang. Mereka adalah teman sekelas dan teman satu mobil jemputan. Kami bahkan tidak tahu apa itu sahabat....