Monday, June 29, 2020

Cuap-cuap

Pada detik saya sedang menulis ini, saya berumur 25 tahun dan sepertinya mengalami "krisis" hidup. I don't know what to do, i have no idea what i am gonna do after that and that. Semuanya..whooosh..berjalan begitu cepat, tanpa ada hasil dari proses rutinitas yang tiap hari saya jalankan. I just don't know who i am anymore. Mungkin sedikit berlebihan, tapi kadang saya bertanya-tanya. Apakah ini yang namanya "krisis" atau hanya lupa caranya bersyukur?


Speed up to what has happened, ketika saya menulis ini, saya sudah selesai melanjutkan jenjang pendidikan D3 di salah satu kampus swasta. Al sudah berusia 3 tahun dan sebentar lagi akan punya adik. Saya dan suami akhirnya berhasil menonton konser Ed Sheeran, walaupun mostly, saya yang antusias. He basically doesn't have any spesific favorite taste of music. Bisa jalan-jalan di Jakarta dengan bebas, dan bukan karena alasan dinas, dengan suami. Bisa jalan-jalan di Bali lagi yang kali ini dengan teman-teman kantor. Ya, pada intinya, 2019 adalah tahun yang ramah. Karena ada beberapa pencapaian yang berhasil saya wujudkan.

Tahun 2020 sepertinya tidak menjadi tahun sebaik 2019. Sudah enam bulan berjalan, tapi hal-hal yang kita dapatkan hanya duka. Mulai dari manusia-manusia terbaik yang meninggalkan dunia, info-info tentang orang yang sudah menjadi semakin gila karena perilaku yang tidak bermoral, sampai pada puncaknya yaitu mewabahnya virus Covid-19 pada akhir tahun 2019 yang mengakibatkan efek yang bermacam-macam lapisan struktur hidup manusia pada seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Setelah itu, semua berita menjadi kabar buruk, semua emosi menjadi duka, dan semua hidup menjadi kelam. Bahkan, para hewan di kebun binatang juga turut mendapatkan imbas kelaparan karena tidak ada lagi yang mengunjungi kebun binatang dan akhirnya tutup dan tidak mendapatkan penghasilan untuk membeli makanan hewan-hewan tersebut. Semua mulai dari nol, bahkan minus setelah gelombang pandemi menyerang dunia. 

Kekhawatiran terbesar yang setiap saat terfikirkan untuk saya adalah bagaimana kami sekeluarga bisa selamat dari wabah. Tidak terjangkit virus. Kesehatan adalah keinginan sederhana yang paling saya inginkan saat ini. Setelah saya sendiri pun mengakui bahwa sebelum ini semua, saya mengabaikannya. Makan tidak sehat, pola hidup bersih tidak diindahkan, imunitas yang tidak diperhatikan. Setelah wabah menyerang, saya, dan juga manusia-manusia yang mungkin hampir sama seperti saya, baru mulai sadar. Sesuatu yang sebenarnya berharga baru bisa dihargai setelah kita mulai kehilangannya. 

Pelan tapi pasti, saya mulai sedikit demi sedikit, jika memungkinkan, untuk tidak makan diluar apalagi makan di restorannya. Paling tidak, take away saja. Kalau bisa, sesering mungkin makan di rumah. Selain untuk menjaga kebersihan, juga mengurangi kontak langsung dengan orang lain yang tidak dikenal riwayat kesehatannya seperti apa. Apalagi virus ini terkenal awam gejalanya dan gampang penyebarannya, bahkan cenderung diremehkan pada awalnya karena hanya dianggap seperti flu biasa. 

Mulai membiasakan rajin mencuci tangan tiap habis berpergian, yang lagi-lagi harus dikurangi kuantitasnya dan memilih untuk pergi ke tempat yang dirasa penting -penting saja. Misalnya, untuk bekerja atau untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hand Sanitizer dan masker menjadi sahabat dekat yang harus dibawa kemana-mana demi kepentingan diri sendiri dan bersama.

Ngomong-ngomong soal bekerja, perubahan pun terjadi pada dinamika organisasi pada hampir seluruh dunia. Jikalau dulu bekerja dari rumah belum terlalu diterapkan, sejak pandemi ini, bekerja dari rumah seperti menjadi rutinitas baru yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat. Walaupun tidak semua jenis pekerjaan yang bisa dikerjakan dari rumah, tapi sebagian besar pekerjaan yang sebelumnya diragukan untuk dapat diselesaikan di rumah justru didapatkan solusinya. Para pengambil kebijakan berfikir keras agar bagaimana sistem dapat bisa berjalan sebagaimana mestinya di tengah keadaan saat ini. 

Tentu ini menjadi keuntungan terbesar saya untuk bisa menerapkan Work From Home atau bekerja dari rumah. Saya bisa punya banyak waktu dengan Al dan untuk beristirahat di tengah kehamilan kedua ini. Saya juga bisa merasakan bagaimana membagi waktu antara di rumah dan kantor. Bukannya bahagia dengan pandemi ini, tapi lebih melihat dua sisi dari sebuah kejadian. Lebih menghargai apa yang masih kita miliki di tengah masa sulit seperti ini. Semoga kita semua sehat selalu..

(telah di edit setelah bersih-bersih blog, and God.. I miss writing..)

No comments:

Post a Comment

Day 10: Your Bestfriend

Di bangku SD, sahabat saya ada dua orang. Mereka adalah teman sekelas dan teman satu mobil jemputan. Kami bahkan tidak tahu apa itu sahabat....