Sunday, June 21, 2015

Hati-Hati Dengan Selfie

Di suatu sore, saya sedang asyik menjadi silent-reader di chat room mbak-mbak, ibu-ibu, maupun para jomblowati di grup distributor. Maklum, kami 52 orang anggota terdiri dari berbagai macam lapisan umur. Ada yang masih muda, paling muda dari kami kelahiran 1995. Dan ada juga yang udah tuwek, alias sudah jadi ibuk-ibuk beranak satu. Tapi, rata-rata dari para emak muda ini memang menikah di umur yang relatif muda, sekitar 22-25 tahun. Tak jarang ketika mereka mulai bercerita tentang masa-masa indah penikahan mereka atau tentang pertumbuhan dan perkembangan balita mereka, membuat para jomblowati di grup itu iri dalam seketika. Termasuk saya. 

Pokoknya kalau notifikasi Line saya udah 999+ unread, ya udah itu pasti kerjaan emak-emak muda itu. Hahaha. Entah ada saja yang mereka bicarakan di grup dalam sehari. Tanpa saya pernah sekalipun dapati notifikasi line saya dibawah 50 unread messages saja. Plis..sekali saja. Entah sudah berapa banyak hape dari member grup itu yang sering hang gara-gara notif line suka masuk secara membabi buta, tidak teknologi-awi dan tak mengenal waktu. Hehehe..


Thanks to them. Alhasil, saya banyak belajar dari seringnya mereka berdiskusi. Saya jadi lebih tahu bermacam-macam hal, selain belajar jualan. Dan membuka fikiran sedikit demi sedikit, karena tahu apa yang sedang terjadi diluar sana disaat saya harus te-rauto-pilot dalam aktivitas yang sama selama hampir 10 jam, selama 5 hari dalam seminggu. Hingga hari ini, saya kembali tertarik dengan salah satu pembicaraan mereka. 

Catatan Ramadhan Hari Ini

"(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (untuk jihad) di jalan Allah. Mereka tidak dapat (berusaha) di bumi. Orang yang tidak tahu menyangka mereka adalah orang kaya karena mereka memelihara diri dari minta-minta. Engkau mengenali mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kalian nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui" (QS. Al Baqarah (2) : 273)

Beberapa hari yang lalu, seorang remaja tanggung mengingatkan saya kepada suatu hal yang ada kaitannya dengan potongan ayat yang di bold itu. Anak itu mengingatkan bahwa harta yang selama ini kita usahakan setiap harinya, semata-mata hanya dari Allah. Dan kita punya kewajiban untuk menyedekahkan sebagian lagi di jalan Allah. 

Wednesday, June 17, 2015

Ego Is Soul's Worst Enemy

Di dunia ini apa yang sama, selain dua orang saudara kembar? Selama ini, rasanya saya sendiri belum pernah menemukan seseorang, ciptaan Tuhan yang keduanya sama persis, kecuali itu buatan manusia. Tidak ada manusia yang sama. Yang ada hanya sejalan. Tiada pula manusia yang sama. Yang ada hanya selaras.

Manusia diciptakan berbeda-beda. Tuhan Maha Besar ketika kita melihat manusia-manusia dilahirkan berbeda. Baik secara fisik, karakter, latar belakang, dan lainnya. Tapi, somehow, kita masih bisa hidup beriringan. Sekali dua kali konflik masyarakat muncul tapi kerusakan itu tidak berakibat secara signifikan.  Walaupun, kerusakan ini bisa menjadi bom waktu berujung kehancuran.

Adalah ego. Salah satu hal yang manusia miliki dalam dirinya masing-masing. Sekaligus menjadi PR untuk kita mengendalikannya. Konflik masyarakat yang akhir-akhir ini muncul, bukan tidak mungkin itu semua bermula dari ego seorang manusia saja. Sangat disayangkan.

Tapi, mari kita berbicara tentang diri sendiri dulu. Apakah selama ini ego kita selalu menjadi pemicu konflik dengan orang lain? Apakah kita sering menuruti ego lantas menimbulkan kerugian untuk orang lain?

Menjalin hubungan dengan manusia lain adalah salah satu tuntutan hidup. Gak salah kalau manusia dianggap sebagai makhluk sosial. Ia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain. Apakah itu mudah?
Ada saja yang menjadi masalah dalam suatu hubungan. Masalah kerap kali muncul disaat hidup beriringan dengan orang lain. Baik itu kita dengan keluarga, sesama teman, rekan kerja, atau suami-istri. Maklum, mempertemukan dua orang berkarakter berbeda itu tidak gampang. Ini hanya soal cocok-mencocokkan saja, apakah mereka bisa selaras atau tidak.

Tiap kali saya punya masalah ego dengan orang lain. Pertanyaan semacam ini sering muncul dalam benak. "Apakah ini perlu?"

Apakah ego ini perlu diprioritaskan? Kalau iya, mengapa? Kalau tidak, mengapa? Apakah keinginan ini patut dijadikan prioritas kita? Apakah hal ini malah bisa merugikan lebih banyak orang lagi? Dan pertanyaan yang lebih penting: apakah ego ini jika dituruti, akibatnya akan sepadan dengan nilai hubungan ini?

Semakin mengenal banyak orang, saya semakin mengerti. Bahwa, terkadang ada ingin kita yang tidak bisa dipaksakan. Kita tidak selamanya menjadi anak remaja tanggung yang egoisnya bukan main. Kita perlu dewasa terhadap ego. Perlu mengerti bahwa pakai hati harus pakai akal juga. Karena hidup bukan soal "aku", tapi juga "dia" , lalu "mereka".

Bukan berarti kita harus mengubah jati diri, atau harus selalu mengalah. Tapi, ketika ego datang, coba fikirkan lagi.

Will it be more valuable than the value of your relationship?

Sunday, June 14, 2015

Lalu..

Setiap aku rasakan kedua kaki ku lelah bekerja di kantor. Berjalan kesana kemari. Mengurusi ini-itu. Bahkan, untuk beribadah rasanya berat sekali kedua kaki ini melangkah.

Lalu..
Hari ini aku melihat seorang tua berjalan dengan semangat menuju mesjid. Walau harus bersusah payah. Dengan tongkat penyangga. Untuk menopang tubuhnya. Menggantikan satu kaki yang tidak ia miliki.


Setiap aku rasakan rezki ku semakin hari semakin sedikit. Tagihan dan cicilan mengambil porsi lebih banyak dari seluruh gajiku. Belum lagi kebutuhan pribadi dan kebutuhan keluarga yang harus aku penuhi. Gajiku terasa sedikit dan tidak cukup.

Lalu..
Hari ini aku melihat seorang lusuh mengais-ngais tempat sampah. Mencoba mencari sesuatu yang berharga. Kemudian, ia temukan sebungkus roti sisa disana. Dan, ia makan.


Setiap aku merasa pekerjaanku semakin hari semakin banyak. Tekanannya dimana-mana. Semakin sulit saja aku menyelesaikannya saking banyaknya. Entah pekerjaan yang mana yang harus aku dahulukan. Pekerjaan ini kian menyiksaku.

Lalu..
Hari ini aku melihat seorang nenek sedang duduk di bawah jembatan, dengan tumpukan koran dipangkuannya. Lampu lalu lintas menunjukkan merah. Seluruh kendaraan berhenti. Ia berdiri, dan mulai menjajakan sisa korannya hari ini. Mencoba menawarkan barangkali ada dari mereka yang masih membutuhkan koran walau hari sudah malam begini. Terbayang keseharian nenek itu hari ini.


Setiap aku mengingat semua itu. Lalu, aku berfikir..

Setiap aku menatap diriku di cermin. Tidak ada kekurangan fisik. Normal. Tidak ada alat bantu. Atau setidaknya, aku tidak perlu menggunakan tongkat penyangga.

Setiap aku melihat isi dompetku. Ada beberapa lembar uang disana. Setidaknya, aku tidak perlu mengais di pinggir jalan hanya untuk sebungkus roti. Aku masih bisa makan dengan uang ini.

Setiap aku melihat tumpukan pekerjaan di meja kerjaku. Beberapa map seakan menunggu untuk diselesaikan. Setidaknya, aku tidak perlu berpanas ria diluar sana. Bekerja di jalanan dari pagi hingga malam hari. Pekerjaan ini menghasilkan jumlah cukup dan sebagai bonus, tempat kerjaku nyaman.

Akan selalu ada hal yang membuat kita mengeluh. Tanpa pernah berfikir, bahwa masih banyak orang diluar sana bernasib kurang beruntung dibandingkan kita. Betapa banyak nikmat yang diberikan, tapi tidak jarang kita lupakan. Manusia sering lupa. Kita sering salah.

Ketika kau rasakan seluruh dunia ini sulit dan sempit. Berhentilah sejenak dari melihat dirimu. Lihat sekelilingmu. Lihat ke bawah. Mungkin dengan begitu akan membuka matamu untuk melihat nikmat yang jauh lebih banyak dari yang kau keluhkan. Hidup akan jauh lebih bahagia ketika kita penuhi dengan bersyukur.

Wednesday, June 10, 2015

Aku Ingin Tua Bersamamu.

Aku ingin tua bersamamu
Menapak tahap kita dari terbawah
Menaiki setiap tangganya
Sedikit demi sedikit
Tapi, kita tahu akan menuju kemana

Saturday, June 6, 2015

Patah Hati..

Patah hati..
Dunia terasa buruk ketika segala sirna
Rasanya hanya ada satu perspektif disana.
Hanya ada satu pandangan. Satu rasa.
Kesakitan. Kebencian. Prahara.

Patah hati..
Apa yang mereka tidak mengerti adalah setelahnya.
Apa yang dibaliknya.
Apa yang patah hati ini coba jelaskan.
Sayang sekali, kebanyakan dari mereka tidak mengerti.

Patah hati..
Biarkan ia datang.
Biarkan sakit itu memenuhi udaramu hingga kau sesak.
Peluk ia dengan segala durinya
Terima dengan selapang-lapangnya dada.
Sungguh, itulah satu-satu cara mengobatinya.


Jatuh Cinta.

Jatuh cinta..
Panggil mereka gila karena tersenyum.
Tersenyum padamu.
Tersenyum pada kenangan yang sudah ia ukir.
Tersenyum pada hari baru. Karena akan ada satu hari lagi yang aku hadapi denganmu.

Jatuh cinta..
Apa yang salah dengannya?
Salahkah ketika ia membuat seseorang menjadi seorang pujangga?
Sebelumnya tak pernah sekalipun menulis puisi.
Dan..voila! Tiba-tiba dia menjadi seorang penulis hebat.
Sungguh tidak ada yang salah ketika kata-kata mengalun.
Hanya karena ia jatuh cinta.

Jatuh cinta..
Sebut saja mereka tolol.
Karena menghambakan sebagian hatinya kepadanya.
Membiarkan jantungnya berdebar cepat.
Menikmati setiap detaknya.
Menghela setiap nafasnya yang sesak .
Karena cinta sudah memenuhi udaranya.

Tapi, apa yang lebih indah saat jatuh cinta?
Mereka tidak pernah tahu sedalam apa cinta itu.
Tidak sampai ketika mereka hanya berdua dengan Tuhan.
Bercakap-cakap.
Dan ada namanya disana.

Day 10: Your Bestfriend

Di bangku SD, sahabat saya ada dua orang. Mereka adalah teman sekelas dan teman satu mobil jemputan. Kami bahkan tidak tahu apa itu sahabat....