Wednesday, June 17, 2015

Ego Is Soul's Worst Enemy

Di dunia ini apa yang sama, selain dua orang saudara kembar? Selama ini, rasanya saya sendiri belum pernah menemukan seseorang, ciptaan Tuhan yang keduanya sama persis, kecuali itu buatan manusia. Tidak ada manusia yang sama. Yang ada hanya sejalan. Tiada pula manusia yang sama. Yang ada hanya selaras.

Manusia diciptakan berbeda-beda. Tuhan Maha Besar ketika kita melihat manusia-manusia dilahirkan berbeda. Baik secara fisik, karakter, latar belakang, dan lainnya. Tapi, somehow, kita masih bisa hidup beriringan. Sekali dua kali konflik masyarakat muncul tapi kerusakan itu tidak berakibat secara signifikan.  Walaupun, kerusakan ini bisa menjadi bom waktu berujung kehancuran.

Adalah ego. Salah satu hal yang manusia miliki dalam dirinya masing-masing. Sekaligus menjadi PR untuk kita mengendalikannya. Konflik masyarakat yang akhir-akhir ini muncul, bukan tidak mungkin itu semua bermula dari ego seorang manusia saja. Sangat disayangkan.

Tapi, mari kita berbicara tentang diri sendiri dulu. Apakah selama ini ego kita selalu menjadi pemicu konflik dengan orang lain? Apakah kita sering menuruti ego lantas menimbulkan kerugian untuk orang lain?

Menjalin hubungan dengan manusia lain adalah salah satu tuntutan hidup. Gak salah kalau manusia dianggap sebagai makhluk sosial. Ia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain. Apakah itu mudah?
Ada saja yang menjadi masalah dalam suatu hubungan. Masalah kerap kali muncul disaat hidup beriringan dengan orang lain. Baik itu kita dengan keluarga, sesama teman, rekan kerja, atau suami-istri. Maklum, mempertemukan dua orang berkarakter berbeda itu tidak gampang. Ini hanya soal cocok-mencocokkan saja, apakah mereka bisa selaras atau tidak.

Tiap kali saya punya masalah ego dengan orang lain. Pertanyaan semacam ini sering muncul dalam benak. "Apakah ini perlu?"

Apakah ego ini perlu diprioritaskan? Kalau iya, mengapa? Kalau tidak, mengapa? Apakah keinginan ini patut dijadikan prioritas kita? Apakah hal ini malah bisa merugikan lebih banyak orang lagi? Dan pertanyaan yang lebih penting: apakah ego ini jika dituruti, akibatnya akan sepadan dengan nilai hubungan ini?

Semakin mengenal banyak orang, saya semakin mengerti. Bahwa, terkadang ada ingin kita yang tidak bisa dipaksakan. Kita tidak selamanya menjadi anak remaja tanggung yang egoisnya bukan main. Kita perlu dewasa terhadap ego. Perlu mengerti bahwa pakai hati harus pakai akal juga. Karena hidup bukan soal "aku", tapi juga "dia" , lalu "mereka".

Bukan berarti kita harus mengubah jati diri, atau harus selalu mengalah. Tapi, ketika ego datang, coba fikirkan lagi.

Will it be more valuable than the value of your relationship?

No comments:

Post a Comment

Day 10: Your Bestfriend

Di bangku SD, sahabat saya ada dua orang. Mereka adalah teman sekelas dan teman satu mobil jemputan. Kami bahkan tidak tahu apa itu sahabat....