Friday, January 16, 2015

Cerita DTU (Part 1)

Mungkin sekitar sebulan lalu, saya mengikuti sebuah diklat yang diadakan oleh instansi tempat saya bekerja. As your information, diklat ini diikuti oleh sekitar 800-an orang, yang notabenenya adalah pegawai baru dan wajib mengikuti diklat ini. Awalnya gak kebayang aja gimana rasanya diklat dengan 800 orang selama 10 hari. Dengan aktivitas diklat yang gak biasa. Saya ceritakan sedikit kalau diklat ini memang basisnya adalah orientasi dan pembentukan karakter sebagai seorang abdi negara. Tapi, tahu kan yang namanya orientasi itu dimana-mana kayak gimana? Orientasi kampus, SMA, sampai udah jadi pegawai gini aja masih mesti di orientasi. Dilatih sama Kopassus pula. Bukan sama senior seperti yang ada di bayangan lo semua. Diklatnya di dekat gunung pula. Bukan di lapangan kampus lagi.

Guling-guling di atas rumput, tiarap bareng, doing push-ups, sit-ups, lari kayak orang gila. Kerjaannya ikutin instruksi pelatih dan jadwal dari panitia penyelenggara. Duduk diatas rumput, diguyur hujan terus kena sinar matahari lagi. Gitu terus bolak-balik. Cuacanya..

Haduh..plin plan pisan, euy. Malemnya, sempat tidur di lapangan. Beralasakan rumput dan beratapkan langit berbintang (Actually, i really enjoyed this part. I liked staring the sky. Yaa..walaupun gak cukup 5 menit, gue udah tidur kayak orang pingsan). Dan malam-malam berikutnya tidur di tenda. Gak ada kasur empuk. Gak ada bantal dan guling yang hangat. Mandi? Jangan tanya. Air buat wudhu aja susah. Namanya juga di atas bukit. Gak ada sungai atau mata air lainnya. Hanya bisa mengandalkan layanan MCK sederhana dari panitia penyelenggara. Gue sendiri punya jadwal sendiri untuk urusan mandi dan buang air besar. Atur berapa kali dalam sepuluh hari itu, tapi tetap badan bersih dan pencernaan lancar. Ngapain dijadwalin? Gini ya, situasi disana itu gak seenak yang kalian kira. Ada aja halangannya untuk bisa mandi atau buang air besar dalam sehari itu.

Misalnya, airnya gak nyala waktu pagi atau malamnya, atau antrian siswa dan siswi di permandian masing-masing yang gak nyantai. Antriannya itu..haduh bayangin aja rame nya. Ini baru antri buat mandi, belum buang air, belum mencucinya. Bisa sampai berjam-jam itu. Kalau itu semuanya diturutin, paginya bisa telat kegiatan. Malemnya bisa kurang istirahat. Kalau gak pinter atur secara efisien, kamu bisa gak mandi berhari-hari, buang air gak lancar, atau cucian pakaian dalam mu numpuk (kalau pakaian biasa sih ada jasa laundry, lumayan bisa cuci pakaian biasa atau pakaian olahraga mu yang kotor itu. Ini pun masih ada aja masalahnya. Gak bersih lah. Wangi doang. Mending itu, kalau ketukar? Atau laundry mu kesasar di orang lain tanpa ada identitasnya didalam? Ribet juga kan?) trus istirahat mu bisa kurang hanya gara-gara ngantri di MCK.

Makan? Biasalah. Makannya pake rantangan bekal gitu. Makanannya standar aja tapi alhamdulillah banget karena makannya selalu tepat waktu. Disaat lagi laper-lapernya. Pas hari pertama gue gak terlalu nafsu makan, biasalah kalau lagi ada ditempat baru. Masih homesick (belum apa-apa juga udah pengen pulang), mikirnya tekanan mulu lagi. Gak cuma saya, tapi rata-rata siswinya juga seperti itu. Sama malesnya. Tapi, pas hari ke-4, baru jam 10 semuanya pada nanya "snack paginya kapan, qaqaa? Makan siangnya kapan? Udah jam berapa ini?". Semuanya makan kayak besok tuh udah gak bisa makan lagi. Bener-bener Hunger Games ke 2 lah DTU ini. Ada-ada aja kelakuan pelatih ini untuk ngerjain kami. Ada satu kejadian pada saat makan. Kamu pernah gak di wisuda, trus toga nya pake penutup rantang itu? Gak pernah kan? Cuma di DTU ini kami di "wisuda" lagi. Trus, kamu pernah gak makan di samping sepatu basah milikmu sendiri? Dengan bau kaki lembab dan apek? Dan gak cuma kaki kamu, bau kaki teman-teman kamu juga kecium. Kebersamaan, bukan?

Saya gak pernah permasalahkan tentang kegiatannya. Selama itu, ada tujuannya. Diawasi sama orang-orang yang berkompeten soal beginian. Tahu mana batasnya. Bukannya senior kampus yang gak jelas siapa. Dan being honest, i really enjoyed it. Gak cuma dapat siksa-siksanya doang. You know, it is also not that bad. Karena gue juga melakukannya dengan senang-senang aja. Cukup banyak hal positif yang bisa diambil dari kegiatan diklat ini. Meskipun, pulang-pulang orang tua hampir gak bisa ngenalin anaknya gara-gara kulitnya udah berubah warna plus lagi proses ganti kulit (re: mengelupas) kayak ular. Gue gak pernah sehancur ini. Hahaha. Bikin gue lebih bersyukur atas fisik yang sudah dikasih Tuhan sekarang. 

Bertemu dengan 800 orang menciptakan sebuah pertemuan baru. Dan reuni. Kegiatan diklat ini juga dijadikan sebagai ajang reuni akbar kami yang dulu pernah sekampus.  Ada yang bertemu dengan sahabat lama masa kuliah dulu, ketemu dengan teman se-kos yang kalau makan sepiring dan minum segelas bersama-sama (wahaha..lebay), ketemu dengan pacar LDR-an karena nasib penempatannya berbeda (ada yang beda kota dan beda pulau, meeeen..) dan ada yang ketemu mantan juga (ehem..ini ada lho. Banyak malah. Hahaha)

Sekelas dengan 40 orang asing, belum pernah kenal sebelumya, membuat sebuah pengalaman baru. Seperti sebelumnya, saya bertemu (lagi) dengan orang berasal dari daerah lain. Dari pulau Sumatera sampai Irian Jaya, ada disini. Sepertinya bekerja di instansi ini membuat saya akrab dengan situasi dan kondisi begini. Selalu menghadapi sebuah pertemuan-pertemuan baru dengan orang-orang berbeda juga, dan akan membuat cerita tersendiri juga setelahnya. Saya bisa bayangin kalau saya hanya kuliah di Makassar, bertemu hanya dengan orang-orang sini, dan tidak akan pernah tahu cerita unik dan kebiasaaan dari teman-teman dari pulau lain diluar Makassar, bahkan diluar Pulau Sulawesi sana. Tidak akan pernah punya teman dari daerah lain seluruh Indonesia

Saya memang tidak terlalu mengenal 40 orang ini. Saya juga tidak tahu apa-apa tentang mereka, selain nama, asal domisili (itupun gak hafal semua), dan kantor tempat penempatan mereka (ini juga gak hafal semua). Sepuluh hari tidak cukup untuk mengenal karakter mereka secara keseluruhan. Dan gue adalah orang yang gak pegang prinsip "judge book by its cover". Ini karena gue selalu tertipu dengan sampul buku novel yang bagus dan mengira ceritanya akan sebagus covernya tapi nyatanya..? Gak semua cover bagus itu menjanjikan baik. Bagus dan baik, you all know the differences, right? Nah, same thing with knowing people. 

 Itu..(katanya) Gunung Salak, Sukabumi. Hahaha

Semuanya sama, semuanya item. Terutama dibagian hidung. Hahaha.

Kok kangen ya? 

Kangen beneran..

To be continued.. ^^

3 comments:

  1. Nice share. (y) dan entah kebetulan apa yang membawa saya sampai di blog ini. awalnya tertarik pada pengalaman yang dibagikan. sampai pada bagian akhir, malah jadi lucu. karena di foto itu ada seorang teman yang sekarang sedang duduk di depan meja saya tepat. Haahaa :D

    ReplyDelete
  2. seorang perempuan yang biasa dipanggil Iput.. pekan lalu kami ada di satu seksi. masih ingat kan ya? :)

    ReplyDelete

Day 10: Your Bestfriend

Di bangku SD, sahabat saya ada dua orang. Mereka adalah teman sekelas dan teman satu mobil jemputan. Kami bahkan tidak tahu apa itu sahabat....