Sunday, March 1, 2015

Antara Pallubasa dan Kartu Kredit

Entah apa yang merasuki dan mendorong gue hari ini untuk bangun pagi-pagi dan memutuskan untuk jogging. Bukan jogging di sekitar rumah lagi, tapi di lapangan yang perjalanannya ke tengah kota lagi. Maklum, rumah gue lumayan jauh dan masih termasuk dalam lingkungan baru yang sedang berkembang. Belum ada apa-apa dan masih pure, murni dan asri seperti kampung sendiri. 


Maka, jadilah gue segera meluncur ke lapangan Hasanuddin, dekat SMP Kartika. Jujur, gue lebih senang aja kalau jogging disini dibanding kalau jogging di lapangan Karebosi. Gak tau juga ya, mungkin karena gue pernah terikat dengan lapangan ini. Waktu SMP olahraga ya dilapangan ini. Banyak cerita semasa SMP. Jadi, gue nyaman dan cocok aja berada disini. Waktu latihan untuk tes kesehatan STAN juga disini. Tiga hari latihan berturut-turut yang gak sia-sia. Mungkin karena dilapangan ini gak terlalu ramai, dan emang orang-orang yang datang disini bener-bener olahraga. Ada yang latihan panjat tebing, ada yang sit-up, push-up, latihan sepak bola, bulutangkis, malah pagi ini ada seorang kakek yang melakukan senam wushu disini. Jadi, gak cuma sekedar nongkrong, duduk-duduk dan selfie doang. 



Emang sih jogging track di Hasanuddin sama Karebosi ini beda lah. Bagusan di Karebosi, karena tanahnya di semen. Jadi gak usah khawatir becek atau air tergenang kalau lagi lari. Tapi, yang jadi penghalang di jogging track Karebosi ini adalah orang-orang yang lalu-lalang disitu. Maksudku yaa, itu kan jalan orang yang lagi lari, kalau mau ngobrol ya mbok jangan disitu dong. Mau makan jangan berdiri disitu. Kan menghalangi. Terlalu ramai dengan orang-orang yang gak jelas, dan biasanya nongkrong tidak pada tempatnya. Apalagi, lebar track nya itu gak terlalu lebar. Jadi, gak cukup untuk semua orang. Gak heran kalau tempat ini ramai, apalagi minggu. Soalnya kan Karebosi ini udah jadi semacam "identitas" semua warga Makassar. Kalau mau bener-bener serius lari, susah. Mending jangan disini. Menurutku, inilah salah satu kekurangan tempat ini. And you decide.



Beruntung hari ini, gue gak perlu jalan sendirian. Kali ini, gue ketemu dengan seorang teman. Maka, jadilah kita olahraga bareng. Dia nya cerita kalau tiap pagi emang selalu olahraga. Entah itu sekedar jogging, atau bersepeda di tengah kota ini. Menurut gue, ini ide yang bagus banget untuk hari minggu. Apalagi, sekarang udah ada beberapa ruas jalan yang car-free tiap hari minggu. Mungkin gue mesti coba bersepeda juga. 



Setelah capek jogging, kita memutuskan untuk jalan kaki menuju lapangan Karebosi. Kebetulan disana sedang diselenggarakan acara semacam lari marathon gitu (entah lah gue harus menyebutnya apa) dan festival kuliner. Sasaran gue jelas kulinernya lah. Akhir-akhir ini gue merasa pengen ngunyah terus. Gak apa-apa, yang penting makanannya gak lari ke pipi semua. 



Setibanya disana, gue dan teman gue ini (sebut saja dia "Mawar") semangat untuk lihat stand-stand makanan disini. Mulai dari jajanan kecil kayak pisang ijo, jalangkote, coto, nasi kuning, sampai pallubasa ada disini. Gue harus akui, apa yang gue lihat hari ini, meleset dari ekspektasi gue. Gue fikir jajanannya bakal berasal dari luar daerah Makassar. Ternyata, yang ada yaa itu..makanan-makanan terkenal dan disponsori oleh beberapa rumah makan yang memang sudah terkenal di Makassar. Contoh, Ayam Goreng Sulawesi, Jalangkote Lasinrang, Pallubasa Jl. Serigala, RM Ati Raja, dan lainnya. 

Setelah sibuk putar keliling, dari stand ke stand, kami memutuskan untuk menjatuhkan pilihan pada Pallubasa Jl. Serigala. Banyak orang yang mengantri dan keringat mas-mas penjualnya sudah deras mengucur di keningnya. Gue rasanya sangsi, apakah keringatnya itu masuk ke dalam pancinya. 


Tapi, orang bijak selalu bilang "disitulah seninya". Perasaan lapar emang membutakan segalanya. Lapar sama khilaf kadang beda tipis. 


Gue : Berapa, bang? 
Abang Pallubasa : Aih, tidak dibayar pake uang disini. Pake cinta dan keyakinan kupon ji, mbak. Kayak begini eh *sambil memperlihatkan contoh kuponnya*
Gue : Jadi dimana ka bisa dapat kuponnya? *pelan-pelan menaruh mangkuk pallubasa nya lagi*
Abang Pallubasa : Kesana meki, ke tenda yang banyak laptopnya itu *sambil menunjuk dan mengarahkan*

(sampai ditenda yang dikamsudkan)

Gue : Mbak, mau ka beli kupon ta. Berapa?
Mbak Kupon : Ooh iye..kalau kupon itu untuk orang bo*owa ji, kalau umum tiketnya disini minimal beli ki Rp 50.000. Jadi kalau belanja ki, baru masih ada sisanya, bisa ji dikembalikan tunai lagi.
Gue : ooh..begitu. *manggut-manggut*
Mbak Kupon : Ada hape android ta? Nanti ada saya download kan ki aplikasi. Karena ini bayarnya bla..bla..bla..dan ada juga..bla..bla..bla (entahlah mbak ini menjelaskan apa, gue udah gak dengar. Karena gue sibuk mencerna dan curiga, untuk apa mereka meminta hape gue)
Gue : *dengan lugunya dan masih mikir* ooh iya ini hape nya, mbak. 
Mbak Kupon : Iye, terus isi ki juga ini formulir nah untuk aplikasi ini.


Gue dengan polosnya mengisi formulir itu sampai selesai. Tanda tangan di formulir itu. Dan akhirnya, gue sadar satu hal. Gue belum baca apa yang sedang gue isi sekarang ini. Setelah baca dan baca dengan ringkas, gue mengerti. Ini adalah formulir pengajuan kartu kredit. Gue lihat lagi spanduk tenda ini. Mereka dari sebuah bank swasta. Gue belum pernah dengar namanya, sepertinya bank baru.



Gue : Hmm mbak.. ini bukan pengajuan kartu kredit kan?
Mbak Kupon : Iya bukan ji.. *jawab dengan mantap*
Gue : (Apanyaaaaa..jelas-jelas disini tertulis "Kartu Kredit", "Kartu akan menjadi tanggung jawab pemilik" dan kosakata bank lainnya kok)


Shit just happened. Udah terlanjur isi, dan khilaf. Hape gue masih ditangan Mbak Kupon, gue gak bisa berspekulasi dengan jurus "eh lihat disana ada monyet babon melahirkan"-lalu-ngacir, seperti yang biasanya gue lakukan kalau lagi terjebak dalam situasi yang tidak diinginkan.



Mbak Kupon : Mbak, kayaknya memori hape ta penuh. Tidak bisa didownload aplikasinya
Gue : Ooh masa' mbak? (berseru dalam hati*) tapi coba pake hape mu *ngomong sama teman* (lanjut merutuki kebodohan sendiri hari ini)
Mbak Kupon : *sibuk otak atik* Aih nda bisa juga, mbak. Jadi, bagaimana mi?
Gue : (Yeah..) Hmm jangan mi pale kalau begitu. Makasih ya..



Ah, gara-gara mau makan aja mesti ribet gini. Isi ini-itu dan download aplikasi apaan-gue-aja-gak-ngerti. Heran aja, kalau emang festival kuliner ini sebenarnya bukan buat umum dan eksklusif hanya buat orang-orang dari penyelenggaranya aja, kenapa pakai diiklanin segala. Kalaupun emang mau buka buat umum, yaa bayar pake uang aja, selesai. Gak perlu sampai dengan cara tadi. Gimana kalau orang-orang yang bener-bener buta soal beginian. Mereka pasti gak tau. Gue gak mau dong, cuma gara-gara makanan, besoknya gue malah dikirim kartu kredit baru yang gue gak inginkan sama sekali, atau ditelponin sama orang bank yang menawarkan jasa bank lainnya. Kan gue jadi ballisi' juga jadinya ya. 

No comments:

Post a Comment

Day 10: Your Bestfriend

Di bangku SD, sahabat saya ada dua orang. Mereka adalah teman sekelas dan teman satu mobil jemputan. Kami bahkan tidak tahu apa itu sahabat....