Banyak orang-orang di dunia ini yang mempunyai lebih banyak ilmu daripada kita sendiri. Ilmu dunia dan akhirat mumpuni, jauh diatas melebihi ilmu yang kita miliki. Tapi, sangat disayangkan jika semakin kita banyak tahu, semakin tinggi pula hati kita. Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Semakin bertambah ilmu, semakin sombong merasa diri kita yang paling benar. Paling beriman. Paling bersih. Awalnya, sifat sombong, ujub, dan riya' hanya sebesar biji zarrah. Sangat kecil. Lama kelamaan, semakin besar rasa itu. Bukankah ilmu itu seharusnya membuat kita waspada? Bukankah semakin banyak tahu seharusnya membuat kita semakin berhati-hati dalam melangkah? Bukankah berpengetahuan luas seharusnya membuat kita semakin rendah diri, membuat kita semakin kecil bahwa bumi dan langit beserta ilmu Allah itu sangat luas?
Banyak orang-orang di dunia ini yang mempunyai status tinggi maka pergaulannya pun luas. Koneksi teman dan jaringan luas. "Siapa sih yang tidak kenal gue?" begitu fikirnya. Kenalannya bukan pula dari sembarang golongan. Rasanya tiap datang di dalam suatu event, ada saja yang datang dan menyapanya hanya karena kenal. Tapi, sangat disayangkan jika teman-teman itu hanya ada karena status kita semata. Disayangkan jika mereka memandang kita sebagai apa kita disini. Bukan karena siapa, tapi apanya. Sayang, kan?
Ada orang cantik dan gagah. Tapi, ingat, tidak ada orang jelek. Mungkin, kurang cantik dan kurang gagah, ada (hehe..). Dunia tidak setimpang itu. Fisik tidak selalu menjadi standar apakah dia cantik, atau apakah dia gagah. Karena bagi masing-masing orang, seperti apa kecantikan itu selalu berbeda-beda. Hidungnya mancung, lehernya jenjang (angsa dong.. :p), berlesung pipi,senyumnya manis, yang rahang wajahnya tegas, tinggi, kulitnya putih, dan suaranya melengking (kayak kuntilanak..hihi), dan lainnya. Kriteria itu semua bisa jadi menjadi standar ukuran cantik untuk sebagian orang, atau bisa juga tidak. Ada yang lebih memilih untuk menggunakan inner beauty, untuk menjadikan penilaian kecantikan seseorang. Tapi, apa fisik itu milik kita? Apakah wajah rupawan mu adalah sepenuhnya hakmu? Sibuk diri kita mematut diri di dalam cermin, "Oh betapa cantiknya wajahku", "Betapa gagahnya diriku". Apakah kita menjadi senang ketika dipuji wajah kita? Sepatutnyakah kita selalu berbangga jika pesona wajah tersebar ke orang-orang? Padahal keindahan wajah ini juga hanya pinjaman?
Ilmu, status, kecantikan, dan segala hal duniawi lainnya memang akan membutakan. Akan menyilaukan. Maka, kata Allah “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Alloh-lah tempat kembali yang baik (surga).” dalam QS. Ali-Imran ayat 14, adalah benar adanya. Bahwa, sudah menjadi ketentuan jika duniawi itu menjadi indah untuk manusia. Tapi, jangan jadikan itu semua menjadi alasan untuk menghindari, atau mengeksklusifkan diri dan membuat kita menjadi kaum terkucilkan. Lantas, buta dengan perkembangan. Apalagi menjadikan dunia sebagai pesaing Allah dalam hati kita.
Bukan sikap berbangga, apalagi sombong ketika memiliki itu semua. Sadari kalau hal-hal itu bisa menjadi perhiasan, tapi bisa juga menjadi bumerang untuk kita. Bisa menjadi ladang amal, tapi bisa menjadi ladang dosa. Sadari kalau semua yang kita miliki di dunia adalah amanah, jika tidak tepat cara menjaganya maka akan menjadi fitnah. Maka, sikap kita akan menentukan apakah dunia akan menjadi amanah atau fitnah. Uang dan rumah bisa dibakar begitu saja. Status bisa dihinakan di mata orang-orang begitu saja. Dan fisik bisa diburukkan begitu saja. Semua bisa dihilangkan oleh Yang Maha Memiliki. Sadari kalau semua yang kita miliki di dunia hanya pinjaman dan Allah bisa ambil kapanpun dan dimanapun.
No comments:
Post a Comment