Bismillahirrahmaanirrahiim..
Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala all Sayyidina Muhammad..
Mengawali tulisan ini dengan mengucap nama Allah Subhanahu wa ta'ala. Tak lupa juga mengirim salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad Shallahu 'alaihi wasallam. Tentu banyak sekali keutamaan yang terkandung ketika bershalawat untuk Rasulullah Shallahu 'alaihi wasallam.
'Amr ibn Al-'Ash r.a meriwayatkan bahwa dia pernah mendengar Nabi Muhammad Shallahu 'alaihi wassalam bersabda, "Barangsiapa bershalawat kepadaku, Allah melimpahkan sepuluh rahmat kepadanya" (HR. Muslim).
Rasulullah Shallahu 'alaihi wasallam bersabda "Siapa yang bershalawat atas diriku dengan sekali shalawat, maka Allah memberinya rahmat sepuluh kali. Siapa yang bershalawat sepuluh kali, maka Allah memberinya rahmat seratus kali, maka Allah membebaskannya dari kemunafikan, dan membebaskannya dari neraka, dan Allah menempatkannya pada Hari Kiamat bersama para syuhada" (HR. Al Thabrani dari Anas r.a)
Kita kembali ke topik. Berbicara tentang hari Peringatan Maulid Nabi Muhammad Shallahu 'alaihi wasallam, ternyata menimbulkan pro dan kontra apakah peringatan ini boleh atau tidak. Hal ini menjadi perbincangan di media social media twitter. Ada yang menyebutnya bid'ah, ada yang membolehkan. Yah, twitter membuat saya bisa melihat dua perspektif berbeda dan mendorong saya untuk mencari menggali lebih dalam lagi tentang perayaan Maulid Nabi Muhammad Shallahu 'alaihi wasallam. Tulisan ini akan membahas sedikit tentang itu berdasarkan ilmu yang juga masih sedikit ini.
***
Pada mulanya, Hari Maulid atau Hari Kelairan Nabi Muhammad Shallahu 'alaihi wasallam merupakan hari untuk membangkitkan semangat umat Islam. Ini disebabkan berdasarkan sejarah, waktu itu umat islam berjuang untuk mempertahankan diri dari serangan tentara Salib Eropa yaitu Prancis, Jerman, dan Inggris. Kita mengenal musim itu sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 M tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Secara politis memang umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu khalifah tetap satu dari Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad sana, namun hanya sebagai lambang persatuan spiritual.
Adalah dia, Salahuddin Al-Ayyubi yang konon katanya memulai untuk merayakan Hari Lahir Nabi Muhammad Shllahu 'alaihi wasallam. Kata Salahuddin, peringatan hari Maulid ini bertujuan untuk menumbuhkan kembali semangat juang dan persaudaraan umat Islam yang mulai hilang. Diharapkan dengan cara merayakan Hari Lahir Rasulullah setiap bulan Rabiul Awal pada kalender Hijriyah akan semakin mempertebal kembali kecintaan kepada Rasulullah dan mengembalikan semangat persaudaraan ukhuwah umat Islam.
Dan pada mulanya, hal ini ditentang oleh para ulama yang hidup dizaman itu. Mereka mengatakan merayakan hari lahir Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam merupakan bid'ah (penyimpangan), suatu hal sesat dan setiap kesesatan adanya di neraka. Alasan para ulama zaman itu mengatakan bid'ah cukup sederhana. Karena Rasul maupun para sahabat Rasul tidak ada yang pernah merayakan hari lahir Rasullullah dan meyakini bahwa perayaan umat Islam hanya ada dua yaitu Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
***
Sekilas alasan para ulama zaman itu mengatakan kalau merayakan hari lahir Nabi Muhammad hukumnya bid'ah, cukup logis. Tapi, disisi lain kalau melihat tujuan Salahuddin tadi, juga tidak begitu salah. Karena dilihat dari jejak hidtoris, semangat umat Islam kala itu mengalami penurunan, apalagi disaat para tentara Salib Eropa menyerang dan merebut Yerussalem dan mengubah Masjidil Aqsa menjadi gereja. Dan dengan adanya Hari Maulid, tentara Salahuddin Al-Ayyubi berhasil merebut Yerussalem dari Pasukan Salib. Melalui Hari Maulid, Salahuddin berhasil menghimpun dan membangkitkan kembali kekuatan umat Islam dan berhasil merebut Yerussalem dari tangan Eropa serta mengembalikan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai sekarang. Melihat jejak historis ini, maka tidak bisa juga semerta-merta langsung membid'ahkannya.
Sejauh sepengetahuan saya, secara bahasa bid'ah adalah melakukan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. Bid'ah adalah sesuatu yang dilarang Rasulullah. Adanya penyimpangan-penyimpangan dalam hal ibadah. Misalnya, menambah rakaat sholat; menambah rakaat sholat subuh dari 2 rakaat menjadi 3 rakaat; atau menambah rakaat sholat maghrib dari 3 menjadi 4 rakaat; atau kebiasaan membuka tangan kanan dan menutup tangan kiri pada saat mengucap salam pada akhir sholat dengan harap pintu surga akan terbuka dan pintu neraka akan tertutup; dan lain sebagainya. Bid'ah berkaitan dengan syarat dan rukun ibadah ritual (ibadah mahdhah), bukan pada perantaranya (wasilah). Misalnya, pada zaman Rasulullah, pendidikan, menimba ilmu dilaksanakan dengan saling bertatap muka, masa kini jika mau menimba ilmu melalui perantara internet, via online maka tetap sah, kan? Bukan bid'ah.
Menghubungkan dengan peringatan Hari Maulid Nabi, maka menurut saya peringatan ini bukan merupakan suatu ibadah ritual (ibadah mahdhah) layaknya sholat, puasa maupun haji sehingga peringatan hari Maulid bukan bid'ah. Selain karena (sepengetahuan saya) tidak ada dalil jelas mengenai peringatan Hari Maulid Nabi, peringatan hari Maulid justru bisa dijadikan momen dakwah untuk kembali mengingat bagaimana kisah Rasulullah saat berjuang untuk menyiarkan Islam, agama Allah, dikalangan umat yang hidup pada zaman Jahiliyah dulu. Tidak jauh berbeda dengan majelis ilmu yang insya Allah akan datangkan pahala. Jadikan peringatan hari Maulid Nabi ini hanya semata-mata sebagai momen untuk lebih mengenal dan mencintai beliau, dan mudah-mudahan kecintaan ini dipertahankan seterusnya pada hari-hari selanjutnya selain pada hari ini.
Lagipula, setelah membaca-baca artikel-artikel seputar Hari peringatan Maulid Nabi, saya rasakan ada hal yang memang missed karena masalah bahasa. Beberapa artikel menggunakan bahasa dan diksi yang berbeda, terutama pada kata "memperingati" dan "merayakan". Tidak menutup kemungkinan kalau persoalan diksi (pemilihan kata) ini juga menjadi sebab kesalahpahaman. Apalagi, makna antar kedua kata ini memang berbeda jika dihubungkan dengan pemahaman yang berlaku dikalangan kita. Saya pribadi, mengartikan "merayakan" cenderung kepada konsep yang ceria, dan meriah sedangkan "memperingati" cenderung kepada konsep yang berlawanan dengan kata "merayakan" yaitu khidmat. Bisa jadi maksud para kaum yang kontra dengan Hari Maulid Nabi adalah jika kita merayakannya dengan meriah tentu menjadi bid'ah. Dicerita lain, mungkin maksud para kaum yang pro dengan Hari Maulid Nabi juga bukan "merayakan" tapi "memperingati". Memperingati dengan mengadakan majelis ilmu, yang menjalin dan semakin memperkokoh ukhuwah umat Islam, serta sebagai wadah untuk mendakwahkan kisah-kisah Rasulullah, misalnya. Bukan dengan berhura-hura layaknya semacam pesta ulang tahun. Tentu pemikiran ini juga yang menjadi alasan mengapa mereka teguh kalau ini bukan bid'ah. Tapi, ini tetap hanyalah opini saya setelah melihat dari kedua sisi berbeda. Boleh jadikan pertimbangan, bisa juga tidak.
Tidak masalah kalau tetap ada yang tidak setuju dengan saya. Tidak masalah kalau masih ada yang tetap kukuh kalau peringatan ini hukumnya bid'ah, maupun ada yang juga sependapat bahwa peringatan ini bukan bid'ah. Jangan malah jadikan hari ini menjadi perselisihan umat Islam yang berbeda pendapat. Kalau ada yang mau memperingati silahkan, kalau tidak juga tidak apa-apa. Memperingati hari ini bisa berpahala bisa juga tidak, tapi kalau ini justru membuat umat Islam saling berselisih, tentu akan lebih menyedihkan. Semoga Allah mengampuni kekhilafan saya. Wallahu a'lam..
No comments:
Post a Comment