Setelah melalui perjalanan kehamilan mulai dari trimester pertama, kedua hingga ketiga, akhirnya tiba juga bulan perkiraan kelahiran bayi. Dengan segala drama nya, tiba hari itu adalah hari check-up terakhir sebelum menentukan tanggal operasi.
08 Agustus 2020
Pada minggu ini, semua badan rasanya sudah tidak karuan. Tidak enak mau bikin apa-apa lagi. Dan kelelahan sudah jangan ditanya. Ditambah dengan gerakan bayi kian lama, kian berkurang walaupun dengan pola gerakan dan waktunya, yang sama tiap harinya. Oleh karena itu, pada saat hari check-up terakhir, maka diputuskan untuk dilahirkan melalui proses operasi c-section pada tanggal 15 Agustus 2020. Tapi, dokter sudah menghimbau langsung ke rumah sakit saja jika terjadi apa-apa, walaupun belum tanggal 15.
Kehamilan kali ini memang direncanakan akan dijalani dengan c-section. Berbeda dengan kehamilan pertama yang darurat harus dioperasi. Kali ini, diputuskan untuk menjalani kembali operasi c-section karena setelah kehamilan pertama baru diketahui bahwa ada masalah di bagian panggul. Panggul sempit ditambah skoliosis kategori sedang yang menyebabkan panggul bawah saya miring sehingga jalan keluar bayi tidak pas dan tidak memungkinkan untuk bayi bisa keluar dengan normal.
10 Agustus 2020
Setelah operasi dijadwalkan, dokter pun mewajibkan saya untuk jalani rapid tes terlebih dahulu sebelum masuk rumah sakit. Memiliki surat keterangan atau minimal hasil lab yang menyatakan atau memaparkan hasil rapid tes saya negatif adalah sebuah persyaratan wajib yang dimiliki rumah sakit sejak era pandemi ini. So, i took the test and alhamdulillah the results was negative (although i am one of those who don't believe in results of rapid test, but i just did it anyway for the sake of hospital's protocol). That day, badan saya rasanya sudah aneh. Sudah sangat sangat kelelahan, tidak peduli sebanyak apapun makanan dan minuman yang masuk dan sudah minum vitamin. That moment i knew that i would delivered this baby before August 15th.
11 Agustus 2020
Entah kenapa daerah badan mulai dari panggul kebawah rasanya sakit. Jalan pun sudah susah. I was exhausted. Nafas susah. Dan terasa bayi makin berkurang gerakannya. So, i thought "screw it, i am going to hospital". I went to the hospital at noon. Al was picked by her grandma the night before. I kissed Al with all of my heart, a little bit crying, and apologized to Al. Rasanya begitu banyak hutang saya ke Al. Dan sudah pasti saya akan sangat rindu dengan Al. Ada yang bilang kalau anak sulung adalah sekolah pertama orang tuanya, makanya para orang tua sebenarnya berhutang banyak karena semua kesalahan pertama terjadi di anak pertama. And that's the feeling, i even feel more, that's the why i cried. So, i hugged and said to him i would gone to the hospital, to delivered your sister and i will always love him no matter what.
So, i went to the hospital at noon. Tas perlengkapan bayi dan bersalin memang sudah siap dari jauh-jauh hari. Berkas dokumen untuk keperluan BPJS juga tidak lupa diperiksa berkali-kali beserta hasil lab tes rapid. Saya pun masuk melalui UGD, bawa surat pengantar bersalin dari dokter, dan mama saya yang mengantar waktu itu mengurus administrasi sambil menunggu suami saya pulang hari itu juga.
Before i was admitted, there were tests that i had to do. Saya harus tes darah dan foto rontgen thorax. Sejak era pandemi, rontgen thorax adalah salah satu prosedur baru yang diberlakukan kepada semua pasien yang akan diopname. Gunanya untuk mendukung hasil lab rapid test yang kita lakukan sebelumnya. Agak was-was juga ketika tahu harus rontgen karena sepengetahuan saya dan suami itu tidak disarankan untuk ibu hamil. Tapi, mau tidak mau harus tetap dilakukan karena sudah menjadi persyaratan perawatan di rumah sakit.
Saya harus menunggu kira-kira 6 jam di UGD sampai suami saya datang. Sampai akhirnya dibawa ke kamar inap. Malam berjalan seperti biasa. Saya ngobrol sama suami, tentang apa saja. Saling melepas rindu. It's always felt like talking with my bestfriend. And yes, he is. We ate. I ate whatever i want. Mengingat sebelum operasi harus puasa 10 jam sebelum jadwal operasi. Puasa 10 jam dengan keadaan masih ada bayi di dalam kandungan. Keroncongan lah. Ga hamil tapi puasa saja rasanya lapar banget.
12 Agustus 2020
I remember how i was afraid that day. Seperti kembali flashback ke 3 tahun lalu. Prosedur-prosedur operasi saling berebutan muncul di ingatanku. Mulai dari yang paling awal sekali. Ganti baju operasi, lalu menunggu di ruang pre-op sampai dokternya datang dan ruang operasi siap. Itu saja rasanya nyali saya sudah mulai ciut. It was like "can i not delivered today?" which was impossible. Kayak mau mundur hari itu, ga mau lahiran. Tapi, sepertinya suami juga takut namun dia sembunyikan. He tried to make me laugh and always made me chatted with him. Ketika berpamitan sama suami untuk terakhir kalinya sebelum masuk ruang operasi. I held his hand. And i started to cry a little bit. But, i held it. I didn't want my doctor and nurses saw me. It would be embarassing.
Lalu, selanjutnya saya tidak ingat prosedur apa lagi. Prosedur menyuntikkan obat bius menjadi momen menakutkan. And i had it twice. Rasanya ampun-ampunan, sakit. I would not sugarcoat here but yeah it hurts. All of the procedures before surgery are hurts. And after surgery, it would be totally awful and there was nothing i would felt beside pain, pain, and pain. And i had it twice!
Dan tidak lama setelah obat biusnya bekerja, daerah antara perut kebawah sudah kebas, tidak terasa apa-apa. Kayak kesemutan tapi rasanya tidak nyaman. Bagian perut kebawah dan kepala ditutup dengan selembar kain. Dokternya sudah mulai ambil pisau bedah. "Berdoa ya, Arsy. Kita mulai. Bismillahirrahmanirahim.." kata dokter. Persis seperti yang dia katakan 3 tahun lalu. Ya, dia adalah dokter yang sama menangani saya 3 tahun lalu.
Entah berapa lama sejak dokter mulai, tidak lama kemudian terdengar tangis bayi yang kencang. I felt my heart was light, i was relieved. Alhamdulillah. Allah is the greatest. She is healthy and perfect. Saya menangis. I drowned into all of my feelings that time. Feelings that i imppossibly described, then and now. I was reborn. Semua rasa sakit terbayar lunas sejenak. I felt complete, she completed me. It felt like in heaven for a while because of knowing Hana is finally here.
No comments:
Post a Comment