#30DaysWritingChallenge kali ini membahas tentang musik. Mungkin postingan kali ini saya gak akan review tentang sebuah lagu, genre music atau spesifik tentang seorang penyanyi atau band. Karena saya sendiri ga tau main alat musik, suara kurang sedap didengar, dan buta nada. Kali ini saya hanya mau menulis berdasarkan experience sendiri saja.
Saya baru menginjak bangku 1 SMA ketika mulai suka mendengarkan musik setelah sebelumnya di bangku SMP, referensi musik saya juga tidak jauh dari genre yang dimainkan band seperti My Chemical Romance, Greenday, dan lainnya. Tapi, jaman SMP belum punya gadget yang bisa putar mp3 (wkwk..yang ngerti pasti kita seumuran). Kemudian, beranjak SMA, baru mulai dibelikan HP yang ada music player nya. Cara input lagunya masih lewat bluetooth, download di waptrick atau situs online lainnya (hahaha..tua tuaaa) atau transfer file di PC. Kalau di PC, music playernya pake winamp (hahahahaha..jadul jadulll)
Adalah Paramore, yang menjadi hal pertama kenapa saya mulai suka musik. Paramore adalah band bergenre rock, tapi tidak se-hard mettalica, MCR. The only exception adalah lagu pertama milik mereka yang pertama kali saya dengar. Liriknya yang sweet, tapi tidak menye-menye. Vibe nya ala-ala anak emo yang broken tapi tetap percaya cinta (duileeeh). Sejak itu, saya mulai dengar semua single dan albumnya. Sampai album yang terakhir rilis tahun 2017, After Laughter.
Dari album pertama nya yaitu All We Know is Falling, Riot!, Brand New Days, dan Paramore sebenarnya masih satu vibe. Masih terasa semangat rock nya, masih energetic. Tapi, di album After Laughter, warna musiknya mulai berubah, lebih ke pop rock. Less energetic. Selebihnya, saya suka semua. Gak ada yang paling favorit. Semuanya saya suka. Sangat cocok kalau didengarkan pagi-pagi, bikin semangat.
Sejak mulai suka sama Paramore, mulai explore genre-genre musik lainnya, lebih sering ke pop. Dan jatuhlah ke selera musician kedua yaitu Taylor Swift. God knows, kalau masa SMA ku adalah lagu-lagu Taylor Swift. Apalagi, di awal kariernya, lagu-lagu yang ditulis sama dia tuh memang relatable banget dengan kehidupan anak SMA. Jatuh cinta diam-diam, having a crush, betrayal, persahabatan, yah yang gitu-gitu lah. Coba aja dengar album nya Taylor Swift dan Fearless.
Lalu, levelnya mulai naik, sasaran pasarnya berubah, dan tone musicnya mulai berubah. Baru deh mulai menulis lagu-lagu cinta yang lebih dewasa, bukan lagi untuk remaja. Tentang mimpi. Komitmen. Coba lah dengar album Speak Up Red dan 1989. Kemudian, lirik yang lebih "jujur", ada di album Reputation. Tanpa sugarcoating dalam lirik lagu seperti album-album sebelumnya. Mulai dari album ini lah, kelihatan sekali kalau experience Taylor dalam menulis lagu mulai berubah, lebih dewasa since she also grow up. Her world is shifted.
Genre awalnya adalah pop country, lalu bergeser menjadi pop. Liriknya yang awalnya manis-manis, lama kelamaan mulai lebih open dan penuh emosi. And suddenly, she is not a country girl anymore. Dan album Lover nya, i just skip it. I don't listen to it, i don't know why. I just stop listening her. Saya belum sempat dengar Folklore sih, semoga album kali ini tidak mengecewakan.
Gak dengar lagu dari musisi korea, Mbak?
Nope.
Karena selain warna musiknya bukan selera saya, saya juga ga ngerti lirik lagu mereka juga dan saya terlalu malas untuk translate. So, yeah, no.
Masuk dunia kuliah, The Script adalah bagian dari hari-hariku. Album #3 adalah yang terbaik menurutku. Masuk dunia kerja, mulai kenal sama Maroon 5 di album Overexposed, Coldplay di album Ghost Stories dan Ed Sheeran di album X. Those are my last favorites. Karena semakin kesini, semakin tidak punya musisi favorit lagi. Lebih mendengarkan secara acak. Mulai dari Lauv, Halsey, The Chainsmoker. Pokoknya yang enak di kuping aja sudah bisa masuk dalam playlist ku.
No comments:
Post a Comment