Lagi-lagi harus berurusan dengan harapan. Tapi, bukannya itu wajar? Harapan tumbuh karena ketidaktahuan, ketidakpastian dengan masa depan. Dan saya hanya manusia yang jelas tidak tahu apa-apa tentang masa depan saya sendiri.
Tapi, setelah melalui beberapa pengalaman. Saya selalu belajar untuk berharap bukan pada sesuatu yang selalu diharapkan itu. Tapi, selalu berharap saja sama Dia yang akan memberikan jawaban kepastian akan harapan tersebut. Sudah ada beberapa pengalaman, biasanya kalau berharap sama "objek" nya itu sering kecewa. Karena yah ekspektasi kita hanya sebatas "objek" harapan kita itu dan juga terlalu tinggi. Gampangnya, kalau dapat ya dapat terus senang deh. Kalau gak, yaa gak dapat terus nangis peluk guling. Yaa pokoknya gitulah.
Sedangkan kalau berharapnya sama Dia. Biasanya ekspektasi kita menjadi lebih luas. Dan dengan ekspektasi luas, kita bisa mencari pemahaman untuk diri sendiri lebih luas juga. Tidak sempit terbatas hanya sampai "objek" harapan saja. Lebih luas dari itu.
Terbukti kalau misalnya kita mengharapkan sesuatu, lantas kita serahkan harapan itu pada Allah. Kita mendapatkannya kelak atau tidak, kita selalu bisa memahamkan diri sendiri dengan alasan-alasan yang baik. Berhusnudzon. Dan tidak gampang untuk kecewa atau terlalu bahagia.
Terlepas dari sebab-sebab menjadi nyatanya sebuah harapan atau tidak adalah rahasia Allah, yang terpenting adalah bagaimana sikap kita ketika menghadapi harapan itu sendiri.
Expect for the best, prepare for the worst.
ReplyDeleteJadi kalau kenyataan memang nggak sesuai dengan harapan, nggak kecewa kecewa banget. walaupun emang agak susah, sih, ya :D
g-carinoo.blogspot.com