Monday, February 24, 2014

Negeri Di Ujung Tanduk (Darwis Tere Liye)



Di Negeri di Ujung Tanduk
kehidupan semakin rusak,
bukan karena orang jahat semakin banyak, 
tapi semakin banyak orang yang memilih untuk tidak peduli lagi.

Di Negeri di Ujung Tanduk
para penipu menjadi pemimpin, para pengkhianat menjadi pujaan,
bukan karena tidak ada lagi yang memiliki teladan,
tapi mereka memutuskan menutup mata dan memilih hidup bahagia sendirian.

Buku "Negeri di Ujung Tanduk" (sekuel "Negeri Para Bedebah") menceritakan tentang seorang konsultan politik, Thomas. Berkarakter kuat, teguh pendirian dan tidak takut dengan seorangpun apapun jika itu ada sangkut pautnya dengan sebuah kebenaran. Digambarkan layaknya sebagai seorang petarung yang rela melakukan apa saja demi suatu keadilan.
Berawal dari kesediaannya menjadi seorang konsultan politik untuk seorang calon presiden yang akan maju di pemilihan presiden dan juga sekaligus akan menjadi seorang calon terkuat, kelak akan mengalahkan pesaing-pesaing politiknya. Sebagai seseorang yang sangat menjunjung nilai kebenaran, kejujuran, dan segala nilai-nilai baik lainnya, Thomas sangat mengharapkan kelak negara ini mempunyai seorang pemimpin yang jujur dan punya integritas tinggi. Dan itu yang ia lihat dari si Calon Presiden (kita anggap saja namanya Calon Presiden, karena didalam cerita tidak disebutkan nama tokohnya siapa), kliennya itu.

Tapi, cerita tidak akan menarik tanpa konflik. Bukan persaingan jika tidak ada lawan. Mendengar dan melihat bahwa si Calon Presiden memang menjadi calon terkuat dalam pemilihan presiden nanti, maka beberapa pesaing politik mulai meluncurkan serangan ke kubu partai klien si Thomas. Cara licik dan penuh kecurangan terus menyerang dan menghalangi Thomas agar si Calon Presiden tidak bisa ikut bersaing. Ketangguhan Thomas untuk mempertahankan kehormatan sebagai seorang berjiwa petarung, diuji oleh serangan-serangan politik kejam.

Darwis "Tere Liye" berhasil membuat para pembaca larut dalam aksi Thomas ketika membaca novel ini. Pendeskripsian aksi-aksi Thomas dkk dalam buku ini, membuat saya seperti menonton sebuah film aksi. Memang ada banyak sekali buku-buku bergenre aksi, sama seperti buku "Negeri di Ujung Tanduk". Tapi, saya rasa karena pemilihan kata yang sederhana, serta tidak melibatkan terlalu banyak alur yang tidak begitu penting, saya mudah memahami ketika mengikuti alur ceritanya. Begitu nyata, begitu mengalir. Ketika membaca, saya seakan-akan turut ada disamping Thomas saat itu juga.

Pemahaman-pemahaman, dan juga mungkin opini semua orang tentang politik tergambar jelas dalam cerita. Mungkin Tere Liye berusaha mengeluarkan pendapat, yang juga mewakili pendapat semua orang, mengenai keadaan politik saat ini. Penulis berhasil "membungkus" itu semua dengan bahasa sederhana sehingga menjadikan semua opini tersebut terlihat anggun tanpa merusak kekuatan opini itu sendiri. Bisa dibilang, ada nilai sarkasme yang sangat kuat dalam buku ini. Sepanjang cerita, kita akan tahu siapa dan apa yang dimaksudkan dalam cerita ini. Menjadi sebuah "rahasia umum" dalam buku ini.

Buku "Negeri di Ujung Tanduk" mengandung banyak sekali nilai-nilai positif. Setelah menutup lembaran terakhir, cerita bisa selesai dan gampang hilang di ingatan begitu saja, tapi nilai cerita ini yang akan membekas. Bahwa negara hanya perlu moralitas. Moralitas dari pemimpinnya, moralitas dari rakyatnya. Dan implementasi nyata suatu moralitas bisa diwujudkan dalam suatu penegakan hukum. Penegakan hukum dengan kesadaran moral dari orang-orang yang turut terlibat dalam sebuah sistem, sistem pemerintahan. Hanya sesederhana itu. 

Bayangkan kalau hukum betul-betul ditegakkan oleh pemimpin jujur karena ia sadar akan isu moralitas disekitarnya dan dalam dirinya, tanpa ada tawar-menawar, pandang bulu, kecurangan sedikitpun. Bayangkan saja kalau penegakan hukum dilakukan sungguh-sungguh. Membayangkan saja rasanya sudah menakjubkan apalagi kalau menyaksikannya langsung. Setidaknya nilai cerita ini hanya salah satu nilai yang bisa diambil dalam buku ini. Indonesia memang butuh lebih banyak penulis seperti Darwis Tere Liye yang selalu saja melahirkan karya-karya yang kaya akan nilai baik.

Tapi, di Negeri di Ujung Tanduk
setidaknya, kawan, seorang petarung sejati akan memilih jala suci,
meski habis seluruh darah di badan, menguap segenap air mata,
dia akan berdiri paling akhir, demi membela kehormatan..

1 comment:

Day 10: Your Bestfriend

Di bangku SD, sahabat saya ada dua orang. Mereka adalah teman sekelas dan teman satu mobil jemputan. Kami bahkan tidak tahu apa itu sahabat....