“Jika anda memilih untuk tidak memberi tapi selanjutnya
tidak mau melakukan tindakan apapun kepada mereka, ya, sama juga bohong”
Negeri Kaum Peminta, itulah kita. Berdasarkan survey dari
sebuah lembaga, jumlah kaum pengemis dan gelandangan semakin bertambah tiap
tahunnya. Beberapa daerah, baik provinsi maupun kabupaten, melaporkan bahwa
peningkatan jumlah kaum pengemis masih cukup signifikan. Meskipun kita
sepenuhnya menyadari, menjadi dilematis ketika kita harus menyorot kehidupan
pengemis, namun bukan tidak pantas juga bagi kita untuk mengkritisinya.
Pasalnya, “pekerjaan” ini selalu menjadi alternatif menarik bagi yang merasa
tidak memiliki keahlian pada pekerjaan yang lebih baik.
Apalagi di Bulan Ramadhan seperti ini. Mereka memanfaatkan
bulan ini yang dikenal sebagai bulan ibadah dan beramal untuk mengemis. Di saat
umat muslim lagi sedang bersemangatnya untuk beramal, para pengemis pun
mengalami peningkatan pendapat yang signifikan. Bagaimana kita bisa mengangkat
wajah saat melihat banyak dari sebagian kita dengan bangga menjadi pengemis
dadakan pada perayaan hari raya umat muslim maupun umat lainnya. Ribuan orang
mengantre demi mendapatkan sumbangan, sedekah, atau angpao. Dan dari tahun ke
tahun, jumlahnya kian bertambah. Setelah antre berjam-jam, mereka pun dengan
bangga pulang mengantongi uang puluhan ribu rupiah. Selain tempat ibadah, kita
sering temui para pengemis di tempat-tempat strategis lain. Biasanya di tempat
ramai, seperti perempatan lampu merah, pusat perbelanjaan, dan lainnya.
Melalui berbagai kenyataan diatas, maka bisa diprediksi apa
penyebab meningkatnya jumlah pengemis di negeri kita. Ya, karena mengemis
adalah suatu “pekerjaan” yang mudah, murah, tidak membutuhkan banyak keahlian,
dan hasilnya pun menggiurkan. Dalam suatu wawancara di salah satu stasiun
televsi swasta, seorang pengemis mengungkapkan bahwa pendapat mereka
per-harinya berkisar antara Rp 20.000-45.000. Anggap saja rata-rata penghasilan
mereka dalam sehari Rp 30.000, berarti sebulan penghasilan mereka bisa mencapai
Rp 900.000. Mungkin jumlahnya tidak jauh berbeda dengan Upah Minimum Regional
(UMR) dan cukup menggiurkan, bukan?
Bagaimana sikap pemerintah?
Upaya pemerintah tidak membuahkan hasil yang berarti.
Pemberian subsidi, keterampilan, rumah singgah atau panti sudah tidak diminati
lagi oleh pengemis. Mengapa? Karena mereka sudah mampu menghasilkan uang yang
jumlahnya cukup menjanjikan tanpa harus buang tenaga dan pikiran untuk bekerja.
Bagaimana sikap kita?
Apa yang harus kita lakukan ketika di perempatan lampu merah
misalnya, ada seorang anak berumur bahkan belum genap lima tahun, berpakaian
kumal dan menadahkan tangannya ke kita? Sebenarnya kita bisa saja tidak memberikan dengan dasar
argumentasi “Bukankah dengan memberi uang kepada mereka berarti kita semakin
memotivasi mereka untuk terus mengemis?”. Kita juga bisa saja memberikan dengan
dasar argumentasi “Tapi, bukankah Rasulullah meneladankan memberi sedekah
kepada peminta-minta?”
Yang mana kira-kira sikap yang Anda ambil?
Bergantung. Iya, bergantung pada seberapa besar kemampuan
kita untuk berkontribusi untuk kehidupan mereka ke depan. Jika kita memutuskan
untuk tidak memberikan, pertanyaan selanjutnya, apa yang bisa kita lakukan
untuk mereka? Kalau memang memilih untuk tidak memberikan, kemudian ada
tindakan menindaklanjuti dengan mendidik mereka, dengan membekali mereka dengan
keterampilan-keterampilan kerja, menyekolahkan mereka, dan lain-lain, maka
pilihan pertama sangat bijak. Tapi,
kalau tidak melakukan apa-apa untuk mereka, ya, sama saja bohong.
Tetapi, jika kita memang merasa tidak mampu membantu ,
kecuali dengan memberikan uang, maka lakukan itu karena Allah perintahkan
kepada kita memang begitu. Mengasihi yang tidak punya, memberi sedekah kepada
peminta, memberi makan kepada yang kelaparan, dan begitu seterusnya. Lalu,
bagaimana jika uang yang kita berikan ternyata disalahgunakan oleh mereka untuk
hal-hal yang buruk?
Tidak perlu pusing memikirkan itu, karena itu sudah menjadi
tanggung jawab mereka kepada Allah. Kita hanya diperintahkan untuk memberi,
bukan untuk berburuk sangka kepada mereka. Kita diperintahkan untuk
mengeluarkan sedekah dengan ikhlas. Itu saja.
(Dari Buku "Izrail Bilang, Ini Ramadhan Terakhirku" oleh Ahmad Rifa'i Rif'an)
(Dari Buku "Izrail Bilang, Ini Ramadhan Terakhirku" oleh Ahmad Rifa'i Rif'an)
No comments:
Post a Comment