Tuesday, July 8, 2014

Renungan Hari ke-10: Cerdas Menghadapi Kaum Peminta

“Jika anda memilih untuk tidak memberi tapi selanjutnya tidak mau melakukan tindakan apapun kepada mereka, ya, sama juga bohong”

Negeri Kaum Peminta, itulah kita. Berdasarkan survey dari sebuah lembaga, jumlah kaum pengemis dan gelandangan semakin bertambah tiap tahunnya. Beberapa daerah, baik provinsi maupun kabupaten, melaporkan bahwa peningkatan jumlah kaum pengemis masih cukup signifikan. Meskipun kita sepenuhnya menyadari, menjadi dilematis ketika kita harus menyorot kehidupan pengemis, namun bukan tidak pantas juga bagi kita untuk mengkritisinya. Pasalnya, “pekerjaan” ini selalu menjadi alternatif menarik bagi yang merasa tidak memiliki keahlian pada pekerjaan yang lebih baik.


Apalagi di Bulan Ramadhan seperti ini. Mereka memanfaatkan bulan ini yang dikenal sebagai bulan ibadah dan beramal untuk mengemis. Di saat umat muslim lagi sedang bersemangatnya untuk beramal, para pengemis pun mengalami peningkatan pendapat yang signifikan. Bagaimana kita bisa mengangkat wajah saat melihat banyak dari sebagian kita dengan bangga menjadi pengemis dadakan pada perayaan hari raya umat muslim maupun umat lainnya. Ribuan orang mengantre demi mendapatkan sumbangan, sedekah, atau angpao. Dan dari tahun ke tahun, jumlahnya kian bertambah. Setelah antre berjam-jam, mereka pun dengan bangga pulang mengantongi uang puluhan ribu rupiah. Selain tempat ibadah, kita sering temui para pengemis di tempat-tempat strategis lain. Biasanya di tempat ramai, seperti perempatan lampu merah, pusat perbelanjaan, dan lainnya.

Melalui berbagai kenyataan diatas, maka bisa diprediksi apa penyebab meningkatnya jumlah pengemis di negeri kita. Ya, karena mengemis adalah suatu “pekerjaan” yang mudah, murah, tidak membutuhkan banyak keahlian, dan hasilnya pun menggiurkan. Dalam suatu wawancara di salah satu stasiun televsi swasta, seorang pengemis mengungkapkan bahwa pendapat mereka per-harinya berkisar antara Rp 20.000-45.000. Anggap saja rata-rata penghasilan mereka dalam sehari Rp 30.000, berarti sebulan penghasilan mereka bisa mencapai Rp 900.000. Mungkin jumlahnya tidak jauh berbeda dengan Upah Minimum Regional (UMR) dan cukup menggiurkan, bukan?

Bagaimana sikap pemerintah?

Upaya pemerintah tidak membuahkan hasil yang berarti. Pemberian subsidi, keterampilan, rumah singgah atau panti sudah tidak diminati lagi oleh pengemis. Mengapa? Karena mereka sudah mampu menghasilkan uang yang jumlahnya cukup menjanjikan tanpa harus buang tenaga dan pikiran untuk bekerja.

Bagaimana sikap kita?

Apa yang harus kita lakukan ketika di perempatan lampu merah misalnya, ada seorang anak berumur bahkan belum genap lima tahun, berpakaian kumal dan menadahkan tangannya ke kita? Sebenarnya kita bisa saja tidak memberikan dengan dasar argumentasi “Bukankah dengan memberi uang kepada mereka berarti kita semakin memotivasi mereka untuk terus mengemis?”. Kita juga bisa saja memberikan dengan dasar argumentasi “Tapi, bukankah Rasulullah meneladankan memberi sedekah kepada peminta-minta?”

Yang mana kira-kira sikap yang Anda ambil?

Bergantung. Iya, bergantung pada seberapa besar kemampuan kita untuk berkontribusi untuk kehidupan mereka ke depan. Jika kita memutuskan untuk tidak memberikan, pertanyaan selanjutnya, apa yang bisa kita lakukan untuk mereka? Kalau memang memilih untuk tidak memberikan, kemudian ada tindakan menindaklanjuti dengan mendidik mereka, dengan membekali mereka dengan keterampilan-keterampilan kerja, menyekolahkan mereka, dan lain-lain, maka pilihan pertama sangat bijak.  Tapi, kalau tidak melakukan apa-apa untuk mereka, ya, sama saja bohong.

Tetapi, jika kita memang merasa tidak mampu membantu , kecuali dengan memberikan uang, maka lakukan itu karena Allah perintahkan kepada kita memang begitu. Mengasihi yang tidak punya, memberi sedekah kepada peminta, memberi makan kepada yang kelaparan, dan begitu seterusnya. Lalu, bagaimana jika uang yang kita berikan ternyata disalahgunakan oleh mereka untuk hal-hal yang buruk?


Tidak perlu pusing memikirkan itu, karena itu sudah menjadi tanggung jawab mereka kepada Allah. Kita hanya diperintahkan untuk memberi, bukan untuk berburuk sangka kepada mereka. Kita diperintahkan untuk mengeluarkan sedekah dengan ikhlas. Itu saja.

(Dari Buku "Izrail Bilang, Ini Ramadhan Terakhirku" oleh Ahmad Rifa'i Rif'an)

No comments:

Post a Comment

Day 10: Your Bestfriend

Di bangku SD, sahabat saya ada dua orang. Mereka adalah teman sekelas dan teman satu mobil jemputan. Kami bahkan tidak tahu apa itu sahabat....