Friday, July 4, 2014

Renungan Hari ke-7: ‘Abidu Haramain

Pemuda itu dikenal di seluruh penjuru Arabia sebagai perampok. Meski masih muda, reputasinya sebagai penjahat kelas sanggup membuat nyali semua orang ciut. Ia tak kenal ampun dengan korban-korbannya. Siapapun yang coba-coba melawan ia tak segan membunuhnya.

Suatu ketika, ia tertarik dengan seorang gadis. Karena tak mampu menahan gejolak hatinya, dia berencana untuk mengendap masuk ke rumah si Gadis di kala semua penduduk kota terlelap tidur. Namun, belum sempat melancarkan niat jahatnya, pemuda mendengarkan seorang menyenandungkan ayat Al-Qur’an,


“Belum tibakah waktunya bagi orang yang beriman untuk secara khusyu’ mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan Banyak diantara mereka menjadi orang-orang yang fasik” (QS. Al-Hadid: 16)

Ia tak pernah merasakan sesuatu yang istimewa dari ayat-ayat itu. Tapi, malam itu berbeda. Dia merasa hatinya tiba-tiba bergetar, lidahnya kelu, dan tatapan matanya sejenak kosong. Pelan-pelan ia meraskan sebuah penyesalan dalam hatinya atas kejahatan yang telah ia lakukan.

Pemuda itupun keluar dari rumah si Gadis. Di salah satu sudut kota yang sepi, ia tersungkur. Pertama kalinya sejak ia memasuki usia dewasa dan melanglang buana menebar ketakutan, pemuda itu menangis. Dengan terbata, ia berbisik lirih “Tentu saja, wahai Pemilik Jiwaku. Telah tiba waktuku untuk bertobat”

Karena tak ingin seorang pun mengetahuinya terduduk sedih di kegelapan malam, pemuda itupun kembali ke reruntuhan bangunan tempat ia biasa bersembunyi. Tak lama berselang, terdengar suara para kafilah dagang sedang melintasi bangunan itu. Seseorang dari mereka berkata “Kita jalan terus sampai pagi. Fudhail biasanya menghadang kita di tempat ini”

Perkataan para kafilah itu seperti jarum yang menusuk-nusuk hati pemuda itu, karena dialah Fudhail, orang yang mereka bicarakan. Tak seperti malam-malam sebelumnya, sebilah pedang setia menemaninya tetap ia sarungkan. Getar lembut di hatinya sekali lagi muncul. Pemuda itu merasa bahwa dia telah melakukan kemaksiatan siang dan malam dan tak sedikitpun orang yang takut padanya. Para khafilah tadi tetap melanjutkan perjalanan meskipun mereka tahu kalau si Fudhail, sang perampok berdarah dingin, biasanya menghadang di tempat tadi.

Lalu, dengan lembut pun Pemuda itu bergumam “Sungguh tidaklah Allah mengantarkanku pada suara-suara ini melainkan agar aku menyudahi kejahatanku. Ya Allah, aku bertobat kepada-Mu”

Di sisa usianya, pemuda itu memenuhi tekadnya untuk bertobat. Bertahun-tahun ia berusaha mendekatkan diri kepada Allah dan memperdalam agama, Fudhail kemudian dikenal sebagai seorang ulama besar berjuluk ‘Abidu Haramain (Hamba yang rajin beribadah di Mekah dan Madinah). Namanya tetap harum sampai sekarang dan petuah-petuahnya terus dibaca jutaan umat Islam melalui buku-buku mengutipnya.


Setiap manusia pasti pernah banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang sering bertaubat” (HR. Tirmidzi)

(Dari Buku "Open Your Heart, Follow Your Prophet" oleh @teladanrasul)

No comments:

Post a Comment

Day 10: Your Bestfriend

Di bangku SD, sahabat saya ada dua orang. Mereka adalah teman sekelas dan teman satu mobil jemputan. Kami bahkan tidak tahu apa itu sahabat....