Suatu ketika masuklah seorang sahabat RasulullahShalallahu ‘Alaihi wassalam ke masjid Nabawi padahal saat itu bukan waktunya untuk melaksanakan shalat fardhu. Di dalam masjid, sahabat tersebut menemukan seorang bocah kecil sedang melaksanakan shalat dengan khusyuk. Hingga ia pun lantas menunggui bocah tersebut sampai selesai melaksanakan shalatnya.
Setelah selesai shalat, sahabat tersebut mendekati bocah itu dan menyalaminya sembari berkata, “Wahai anakku, siapakah orang tuamu?” anak tersebut menggeleng-gelengkan kepalanya sambil mengeluarkan air mata pertanda menangis dan sedang sedih. Ia kemudian mengangkat kepalanya dan berkata, “Wahai pamanku, aku adalah anak yatim piatu yang sudah tidak lagi mempunyai ayah dan ibu.”
Sahabat itu lantas memotong pembicaraan bocah tersebut dengan berkata, “Wahai anakku, apakah kamu mau ikut aku untuk kujadikan sebagai anak?”
“Apakah jika aku lapar, kamu akan memberikanku makan?” tanyanya.
“Ya.” Jawab sang sahabat Rasulullah
“Apakah jika aku telanjang, kamu akan memberikanku pakaian?” tanyanya lagi.
“Ya.” Jawabnya.
“Apakah jika aku sakit, kamu akan menyembuhkanku?” tanyanya lagi.
“Sahabat tersebut menjawab , “Jika yang ini, aku tidak bisa wahai anakku.”
“Apakah jika aku mati, kamu akan menghidupkanku?”
“Yang ini aku juga tidak bisa.”
“Jika demikian, tinggalkanlah aku kepada Dzat yang selama ini telah menjagaku, “(Yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada Hari Kiamat. “ (Asy-Syu’ara : 78-82)
“Ya.” Jawab sang sahabat Rasulullah
“Apakah jika aku telanjang, kamu akan memberikanku pakaian?” tanyanya lagi.
“Ya.” Jawabnya.
“Apakah jika aku sakit, kamu akan menyembuhkanku?” tanyanya lagi.
“Sahabat tersebut menjawab , “Jika yang ini, aku tidak bisa wahai anakku.”
“Apakah jika aku mati, kamu akan menghidupkanku?”
“Yang ini aku juga tidak bisa.”
“Jika demikian, tinggalkanlah aku kepada Dzat yang selama ini telah menjagaku, “(Yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada Hari Kiamat. “ (Asy-Syu’ara : 78-82)
Mendengar jawaban bocah kecil itu, sang sahabat diam seribu bahasa sambil bergumam, “Aku beriman kepada Allah. Dan barangsiapa bertawakal kepada_Nya, maka Dia akan mencukupinya.”
Di zaman sekarang ini, telah hilanglah manka bertawakkal kepada Allah. Hampir semua orang sudah sangat bergantung pada orang lain, uang dan harta; sehingga manusia menjadi celaka sebab harta dunia yang memabukkan itu.
Suatu ketika, Hatim Al-Asham ditanya tentang tawakkal, maka ia menjawab, “Aku yakin bahwa rezekiku tidak akan dimakan oleh orang lain, sehingga karenanya aku aku menjadi tenang. Aku yakin bahwa pekerjaanku tidak akan dikerjakan oleh orang lain, sehingga aku bisa tetap bekerja melaksanakannya. Aku yakin bahwa kematian akan mendatangiku dengan secara tiba-tiba, sehingga aku harus mempersiapkannya. Dan aku yakin bahwa aku tidak dapat lepas dari pengawasan Allah, sehingga aku harus selalu malu terhadap-Nya.
Sebagian orang mengatakan, “Di setiap pagi hari, tiada setan membisikiku kecuali berbisik,” Apa yang akan kamu makan, pakaian apa yang akan kamu pakai, dan di mana kamu akan tinggal?” Aku menjawabnya, “Aku akan memakan kematian, aku akan memakai kain kafan, dan aku akan tinggal di kuburan.”
Segolongan ulama mengatakan, “Jika kamu melakukan sesuatu, maka ingatlah bahwa Allah selalu memperhatikanmu, jika kamu berbicara, maka ingatlah bahwa Allah selalu mendengar pembicaraanmu, dan jika kamu diam, maka ingatlah bahwa ilmu Allah selalu meliputimu”.
No comments:
Post a Comment