Sunday, July 13, 2014

Renungan Hari ke-16: Haruskah Hati Menciptakan Jarak?

Alkisah, seorang Ustadz bertanya kepada para santrinya, "Tahukah kalian, mengapa ketika seseorang dalam keadaan marah, ia berbicara kuat-kuat atau berteriak?" 

Seorang santri menjawab,"Mungkin karena disaat seperti itu, ia telah kehilangan kesabaran sehingga berteriak."

"Tapi, bukankah lawan bicaranya berada di dekatnya? Jadi, mengapa harus berteriak? Apakah sang lawan bicara tidak dapat mendengar jika dengan sura halus? Ataukah ia tak dapat berbicara secara halus?"

Hampir semua santri memberikan sejumlah alasan yang dikira benar menurut pertimbangan mereka. Namun, tak satupun jawaban memuaskan. Lalu, sang Ustadz berkata "Ketahuilah, ketika dua orang sedang berada dalam situasi penuh dengan kemarahan, maka jarak antara kedua hati mereka menjadi amat jauh walau secara fisik dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak yang sedemikian jauh, mereka harus berteriak. Namun anehnya, semakin keras mereka berteriak, semakin menjadi-jadi pula kemarahan mereka dan jarak hati yang ada diantara keduanya pun menjadi semakin jauh. Karena itu, mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi"

"Namun sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang saling jatuh cinta? Bila bicara tak perlu berteriak. Suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil. Sehalus apapun, keduanya bisa mendengarkan dengan begitu jelas. Mengapa demikian?"

Beberapa santri nampak berpikir amat dalam, namun tak satupun berani memberikan jawaban.

Sang Ustadz melanjutkan,"Sesungguhnya itu karena hati mereka begitu dekat. Hati mereka tak berjarak. Sehingga, sepatah kata pun tak perlu diucapkan. Satu pandangan mata saja, cukup membuat mereka memahami apa yang mereka ingin sampaikan. Untuk itu, jika engkau sedang dilanda kemarahan, janganlah hati mu menciptakan jarak. Janganlah mengucapkan kata yang mendatangkan jarak diantara kalian. Di saat seperti itu, tak mengucapkan kata-kata mungkin merupakan cara yang bijaksana. Dan waktu akan membantu di saat engkau sudah bisa berpikir jernih"

Bukankah“Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, maka sesungguhnya hal demikian itu termasuk keteguhan yang kuat”. [QS. As Syura’:43] ?

Mengambil sikap diam, hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam: “Apabila salah seorang diantara kalian marah maka hendaklah dia diam”. [HR. Imam Ahmad]

Marah hanya mendatangkan kerugian. Untuk diri sendiri, untuk orang lain. Maka, untuk mereka yang bisa menahan amarahnya, ada balasannya yang setimpal juga. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu anhu

”Bahwa seorang lelaki berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Berilah aku wasiat beliau berkata: “Janganlah marah” Beliau mengulangi wasiat itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan: “Janganlah marah”. (HR. Bukhari)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang sahabatnya, "Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk Surga" (Shahîh. HR Ath-Thabrani)

Jika engkau mengingat apa-apa yang dijanjikan oleh Allah bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang menjauhi sebab-sebab munculnya amarah baik bagaimana menahan amarah dan menolaknya, maka hal ini sebagai tindakan yang paling besar yang membantu seseorang dalam memadamkan api kemarahan, juga mendapat pahala yang besar, sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Barang siapa yang menahan kemarahannya sedangkan ia mampu untuk melakukannya maka Allah azza wa jalla akan menyeru dia di hadapan seluruh manusia pada hari kiamat untuk dipilihkan baginya bidadari yang dikehendakinya" (Hasan dari HR Ahmad.)

Sumber:
Buku 99 Inspirasi Pagi untuk Setiap Muslim
almanhaj.or.id

No comments:

Post a Comment

Day 10: Your Bestfriend

Di bangku SD, sahabat saya ada dua orang. Mereka adalah teman sekelas dan teman satu mobil jemputan. Kami bahkan tidak tahu apa itu sahabat....